BANGKALAN – Tindak pidana korupsi (Tipikor) yang melibatkan tersangka Ghazali Ansori (60) kini sudah memasuki sidang kedua dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor Jawa Timur. Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunung Miring ini menjalani masa peradilan karena menggelapkan dana bantuan sosial pengembangan unit pengelola pupuk organik (UPPO) tahun 2011.
“Sebenarnya sidang hari Senin (6/10) lalu merupakan sidang ke 3. Namun, karena sidang kedua yang diagendakan tanggal 29 september lalu, tersangka tidak hadir. Agenda sidang senin kemarin menjadi sidang kedua yang digelar,” terang kuasa hukum tersangka, Bachtiar Pradinata saat dikonfirmasi.
Bachtiar menjelaskan, apa yang dijelaskan para saksi yang dihadirkan di persidangan berbeda dengan BAP yang dari kepolisian. Saksi mengaku menerima penitipan sapi dari tersangka. Bahkan, sapi-sapi yang dititipkan ke para saksi sudah beranak pinak.
Saksi atas nama Sukan mengaku, menerima titipan 4 ekor sapi dari Ghazali, Pak Ju menerima titipan 1 ekor dan Pak Mat menerima titipan 1 ekor. Jadi, bukan Ghazali pinjam ke para saksi sebagaimana disebutkan dalam BAP dari pihak kepolisian.
“Jaksa Penuntut Umum dalam sidang kasus Ghazali Ibu Fadjrini dan Bapak Harto. Sidang dilajutkan senin depan dengan agenda pemeriksaan saksi,” jelasnya.
Sebagaimana yang telah diberitakan, berdasarkan penyataan Fajdrin Faizah sebelumnya. Tersangka telah menyelewengan wewenangnya sebagai ketua. Gapoktan yang dipimpinnya mendapat bantuan dari pemerintah dalam program Uppo dengan total anggaran sebesar Rp 340 juta pada tahun 2011. Pencairannya pun dilakukan dalam tiga tahap. Dana tersebut semestinya digunakan untuk lima kegiatan, diantaranya pembangunan rumah kompos, bak fermentasi, pengadaan peralatan mesin dan kendaraan angkut roda tiga, pembangunan kandang komunal, serta pengadaan 36 ekor sapi.
Namun, tersangka hanya membeli 8 ekor sapi. Dalam laporannya tersangka sudah membeli 36 ekor sapi sesuai dengan aturan. Bahkan, saat diperiksa petugas di kandangnya ada 36 ekor sapi. Akan tetapi, setelah diperiksa dan diselidiki petugas ternyata sapi sebanyak 28 ekor ternyata milik tetangganya.
“Berdasarkan bukti-bukti dilapangan, tersangka terbukti menggelapkan bantuan itu, sehingga merugikan negara. Tersangka hanya meminjam sapi-sapi itu saat petugas melakukan pemeriksaan. Ini dilakukan untuk mengelabuhi petugas,” terangnya.
Adapun, tuntutan berkas dalam kasus ini, tersangka melakukan pengadaan ternak sapi tidak sesuai dengan ketentuan. Kemudian, memberikan ternak sapi yang dibeli dengan dana bansos kepada orang lain. Selain itu, tersangka melakukan mark up harga kendaraan roda tiga, dan meminjam sapi sewaktu ada pemeriksaan dari dinas untuk mencukupi jumlah sapi sesuai ketentuan untuk mengelabuhi petugas.
Oleh karena itu, lanjutnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 230.695.436, karena tidak melaksanakan program sesuai petunjuk teknis (juknis). Kejaksaan telah mengamankan beberapa barang bukti yang menyatakan bahwa program itu tidak sesuai dengan ketentuan berkas yang mulanya diserahkan dari pihak kepolisian. Tersangka bisa dijerat dengan Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor. Adapun ancaman hukumannya minimal empat tahun penjara.
Sementara itu, pada sidang kasus UPPO dengan tersangka Jonhar dan Amirullah, oleh ketua majelis hakim Bandung masing-masing di vonis 1 tahun penjara, denda 50 juta dan subsider 3 bulan kurungan. Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Fadrini yang menuntut kedua terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, denda 50 juta dan subsider 6 bulan kurungan. MOH RIDWAN/RAH