Cita-cita Si Jelita
Aimmatul Muslimah, akrab disapa Aim, terlihat malu-malu saat berbincang dengan Koran Madura, Jumat malam pekan lalu. Namun di balik paras jelitanya tersimpan segudang cita-cita dan impian yang ingin direngkuh.
“Saya punya impian untuk bisa lanjut kuliah ke Timur Tengah. Kalau bisa ke Maroko,” tutur mahasiswi semester tujuh Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.
Juara Musabaqah Fahmi Kutubitturats 2011 di Nusa Tenggang Barat itu mengaku telah mendalami bahasa Arab sejak kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah 1 Annuqayah, Guluk-Guluk. “Tapi sampai saat ini, saya masih fokus pada bahasa Arab dan hal-hal yang berkaitan, termasuk kaidah-kaidah, kajian Timur Tengah, dan lain-lainnya,” jelasnya.
Menurut pegiat Al-Mu’thayat Arabic Debate Club itu, bahasa Arab unik dan multiestetik. Bahasa Arab dikatakan unik karena satu kata memiliki beragam makna, bahkan huruf per huruf bisa memiliki ratusan makna. Selain itu, bahasa Arab juga indah. Terbukti, bahasa-bahasa sindiran pun bisa terdengar sangat indah.
“Ia juga bahasa peradaban Islam serta relasinya dengan agama samawi lain. Ini juga uniknya, bahasa Indonesia, Madura, dan mungkin juga bahasa-bahasa daerah yang lain sangat banyak mengadopsi bahasa Arab,” ujar aktivis PMII Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga tersebut.
Untuk menunjang terwujudnya kuliah ke Timur Tengah setelah lulus nanti, saat ini ia sedang mendalami bahasa Inggris. “Nyatanya hanya bisa bahasa Arab tak cukup menjadi jaminan untuk mewujudkan impian saya. Bahasa Inggris juga sangat perlu. Ya, saat ini, saya sedang mendalami mulai belajar bahasa Inggris meski tertatih,” ucapnya diiringi senyum manis dari bibirnya.
Anak bungsu dan satu-satunya perempuan dari lima bersaudara itu mengaku telah mendapat restu dari orangtuanya untuk merengkuh cita-citanya hingga luar negeri. “Memang Madura masih sangat kental dengan (budaya) patriarkhi. Tapi kalau saya cuek. Alhamdulilah keluarga saya, terutama aba tidak terlalu mengekang putra-putrinya,” tandasnya sambil tertawa.
Buktinya, lanjut alumni Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk itu, dirinya diizinkan kuliah di Jogja. “Padahal dulu ketika saya di pondok, banyak kabar bahwa Jogja kota yang sangat mengerikan dengan pergaulan bebas dan semacamnya,” ceritanya. Namun menurutnya, yang penting bisa jaga diri dan belajar sungguh-sungguh.
Sepulang dari Timur Tengah nanti, ia ingin jadi dosen dan pengamat Timur Tengah. “Dengan begitu nanti saya bisa menjadi peneliti Timteng seperti Ibnu Burdah. Tapi saya juga ingin punya pengalaman menjadi duta (besar),” ucapnya.
Namun, ia mengaku tak akan lupa kampung halaman. “Pada akhirnya saya juga akan pulang, jika aba dan ummi minta saya pulang. Saya memang punya keinginan dan impian yang sangat besar, tapi saya juga akan memikirkan perasaan-perasaan beliau,” tutup perempuan kelahiran Dusun Sombher Ngolbek, Gadu Barat, Ganding, Sumenep itu. (M KAMIL AKHYARI)