BANGKALAN – Pengerjaan proyek yang tidak mencantumkan papan nama rupanya masih banyak terjadi di Bangkalan. Mulai dari pengerjaan proyek skala kecil sampai skala besar sekalipun. Tentunya hal itu membuat tanda tanya mengenai keseriusan kontraktor dalam pengerjaannya. Bahkan kondisi semacam itu bisa memicu tindakan korupsi, sehingga perlu dicegah.
Lembaga yang bergerak dibidang korupsi, Madura Couruption Wacth (MCW) menilai pengerjaan proyek tanpa memasang papan nama sangat marak. Tindakan tersebut melanggar perpres nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa. Peluang tindakan korupsi lebih besar dengan tidak mencantumkan papan nama proyek.
“Sangat disayangkan jika proyek yang ada tak dicantumkan papan nama pengerjaannya. Padahal itu wajib dalam aturannya. Bisa kita lihat di lapangan kondisi yang terjadi,” kata Syukur, Direktur MCW.
Salah satunya proyek jalan kembar Martajazah yang bersumber dari APBD. Pada tahun 2013 telah mendapatkan kucuran dana Rp 14 Miliar, pada tahun 2014 kembali mendapatkan tambahan Rp 9 Miliar untuk pengerjaan hotmix yang belum selesai. Namun, untuk papan nama tidak terlihat bahwa ada pengerjaan proyek.
“Pentingnya papan sangat diutamakan. Fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk mengetahui jenis kegiatan proyek. Selain itu, besarnya anggaran, dan asal usul anggaran apakah dari APBD atau pun APBN. Di samping itu, papan nama juga mencantumkan nama kontraktor, tenggang waktu pelaksanaan kegiatan, dan perawatan,” ujarnya.
Jika hal itu tidak dipenuhi, jelas sekali menyalahi aturan dalam proyek. Harusnya ada punisment terhadap CV atau PT yang tidak memenuhi persyaratan proyek, kalau saja pemerintah daerah benar-benar mau terbuka mengenai pembangunan.
“Belum lagi proyek-proyek di kecamatan dan desa terpencil, yang jarang sekali terlihat papan nama. Tentunya hal itu harus mendapatkan perhatian, karena yang dipakai merupakan uang rakyat,” terangnya.
Dia menjelaskan adanya papan nama proyek itu juga sebagai bentuk transparansi sekaligus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap tindakan korupsi. Sebab, jika dibiarkan rawan terhadap praktik penyalahgunaan uang rakyat.
Motif yang dilakukan untuk menghindari adanya pengawasan langsung oleh masyarakat. Dalam setiap proyek yang nominalnya pun sedikit wajib mencantumkan papan nama. Sebab, biaya pembuatan papan nama sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran Belanja yang dituangkan dalam kesepakatan kontrak, sehingga tidak boleh tidak papan nama harus terpampang jelas.
“Sama saja dengan mengurangi anggaran secara ilegal, kalau papan namanya saja tidak dibuat. Tindakan semacam itu dapat dikategorikan sebagai korupsi dan dapat dipersoalkan secara hukum,” jelasnya.
Syukur berpendapat pengerjaan proyek tanpa pemasangan papan nama pada kegiatan itu terkesan sengaja dibiarkan oleh para pengawas dari instansi pemerintah. Pembiaran seperti itu diduga telah lama berlangsung, sehingga para kontraktor pun terbiasa tidak memasang papan nama berisi informasi kegiatan proyek.
“Pemerintah daerah harus tegas dalam hal ini, agar pencegahan tindakan korupsi bisa dihindari,” paparnya. MOH RIDWAN/RAH