Oleh : Imron Mustofa*
Setelah sekian lama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang diketuai Megawati Soekarno Putri “kehilangan” kekuatan politiknya dalam perebutan kursi kekuasaan di pemerintahan, kini telah bangkit kembali. Dengan mengusung figur Jokowi, partai asuhan Megawati ini mampu mendongkrak dukungan rakyat untuk memilih calon presiden dari PDI-P.
Hasilnya, pada pemilu Juli 2014 lalu, Jokowi terpilih menjadi Presiden Indonesia untuk lima tahun ke depan. Lantas, apakah strategi yang digunakan Megawati Soekarnoputri sehingga bisa meraup suara rakyat yang begitu besar? Mungkinkah strategi politiknya merupakan warisan dari leluhurnya –Soekarno- yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia dan disegani banyak negara? Jawabannya ada dalam buku ini.
Buku ini coba melacak gen-gen politik Sang Proklamator yang kian menunjukkan tajinya di perpolitikan Indonesia. Berbagai kedudukan strategis di pemerintahan berhasil mereka kuasai. Ini menunjukkan bahwa keturunan Sang Proklamator memang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri, Sukmawati, Guruh Soekarnoputra, Rachmawati, Puan Maharani, Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarnoputri, dan Muhammad Prananda Prabowo.
Seperti bangkitnya PDI-P yang sangat erat kaitannya dengan figur keluarga besar Bung Karno. Di berbagai kampanye yang dilakukan PDI-P, sosok Megawati selalu disandingkan dengan Bung Karno, sehingga banyak orang yang tertarik untuk memilih partai berlambang banteng ini. Megawati memiliki nilai jual tinggi di kalangan basis massa nasionalis dan menjadi magnet penarik massa yang gandrung terhadap kejayaan Soekarno.
Para pendukung Megawati percaya bahwa karisma Bung Karno menitis pada dirinya. Terbukti ketika Kongres PDI-P di Bali pada 8-10 Oktober 1998. Pulau Dewata “memerah” mendukung orang yang dianggap titisan Bung Karno ini. Megawati pernah mengatakan bahwa partainya bukanlah mesin politik yang digunakan sebagai alat ambisi seseorang. (halaman 45-46)
Radis Bastian, penulis buku ini, memaparkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan karisma Magawati kian melejit. Bahwa Megawati memilih memosisikan diri sebagai tokoh oposisi pemerintah menjadi daya tarik massa. Megawati sepertinya ditakdirkan lahir ke dunia politik sebagai orang terdepan yang mengomandoi oposisi. Bukan hanya terhadap pemerintahan SBY, melainkan jauh sebelum reformasi (ketika rezim Orde Baru berkuasa) ia sudah menunjukkan pendiriannya menentang hegemoni rezim otoriter tersebut. Keteguhan hatinya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah Soeharto menjadikan dirinya sebagai simbol pergerakan oposisi kala itu –dan partai usungannya biasa disebut “Partainya Wong Cilik”.
Yang tidak kalah menariknya adalah kemunculan Puan Maharani (cucu Bung Karno) di perpolitikan Indonesia. Meski masih tergolong muda, Puan berhasil menjadi orang paling berpengaruh di PDI-P. Ia menjadi ketua fraksi PDI-P di DPR RI untuk periode masa bakti 2009-2014. Selain itu, Puan juga dipercaya menjadi ketua politik dan hubungan antarlembaga yang memiliki peran strategis dalam penentuan sikap politik dan komunikasi partai dengan organisasi lainnya. Bahkan, belakangan Puan sering tampil ke publik untuk menyampaikan pendangannya. Ia semakin terbuka menghadapi berbagai pertanyaan media. Bisa dikatakan, prestasi politik Puan terlihat jelas saat Pilkada Jawa Tengah. Ia, ketika menjadi ketua tim pemenangan Pilkada di Jawa Tengah, mampu menjadikan Jawa Tengah tetap “berwarna merah”. (halaman 82)
Buku setebal 274 halaman ini tidak hanya melacak gen-gen politik dari trah Soekarno saja. Masih ada beberapa upaya pelacakan yang dilakukan penulis buku ini, untuk mendapatkan data yang sekiranya bisa dijadikan acuan untuk memprediksi tokoh mana yang nantinya berpotensi menjadi orang nomor satu di Indonesia dan bisa menyelamatkan Indonesia dari kehancuran. Penulis buku ini menambahkan empat “keluarga besar” yang telah melahirkan “anak-anak” potensial yang kini tengah berkecimpung di dunia politik Indonesia. Mereka adalah trah Muhammad Hatta, trah Cendana, trah Sarwo Edhi Plus Yudhoyono, dan trah Wahid Hasyim. Siapakah di antara mereka yang nantinya bisa menjadi pemimpin anutan bangsa?
*) Pustakawan di Paradigma FITK UIN Sunan Kalijaga