SITUBONDO – Pencarian 21 orang korban dari 51 penumpang Perahu Layar Motor (PLM) Mutiara Indah (versi lain PLM Jabal Nur) yang tenggelam dihentikan karena sudah melewati tujuh hari sejak peristiwa kecelakaan terjadi pada Senin (6/10).
“Kemarin (Senin, 13/10) adalah hari terakhir pencarian korban dan hari ini sudah tidak dilakukan lagi. Kapal Basarnas dan seluruh kru gabungan sudah kembali,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Situbondo, Zainul Arifin di Situbondo, Selasa (14/10) malam.
Kapal yang nama aslinya “Mutiara Indah”, namun warga Pulau Raas, Madura, menyebutnya “Jabal Nur” itu tenggelam akibat hantaman ombak besar. Lambung kapal milik H Paong yang membawa rombongan pengantin dari Pulau Raas menuju Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, itu bocor dan mesin mati.
Dalam pelayaran melalui Selat Madura dengan membawa 51 penumpang, kapal itu tenggelam. Upaya pencarian oleh tim gabungan, termasuk personel BPBD Kabupaten Situbondo yang menggunakan Kapal Basarnas dan helikopter itu menemukan 30 penumpang, yang delapan di antaranya selamat, sedangkan 22 lainnya meninggal.
“Sementara sisanya yang 21 orang sampai hari terakhir belum ditemukan. Kami mengimbau kepada masyarakat jika menemukan para korban agar melapor kepada kami dan selanjutnya kami akan koordinasikan dengan BPBD Kabupaten Sumenep,” kata Zainul Arifin.
Para korban yang nyawanya tidak terolong sudah dibawa pulang ke rumah masing-masing di Pualu Raas, sementara korban selamat masih menjalani perawatan medis di puskesmas di Pulau Raas.
Meskipun lokasi kapal tenggelam diperkirakan dekat dengan perairan Situbondo, namun seluruh korban ditemukan di dekat perairan Pulau Raas. Hal itu diduga karena angin kencang dari arah selatan yang membawa para korban ke arah utara.
Di antara korban yang belum ditemukan itu adalah Ahmad (22), calon pengantin yang akan dinikahkan dengan Saima, gadis yang tinggal di Singaraja, Bali. Akibat kecelakaan itu, rencana pernikahan keduanya batal, padahal keluarga mempelai perempuan sudah mempersiapkan semua keperluan pesta pernikahan.
Sebanyak delapan orang yang selamat karena menggunakan kayu yang ada di kapal untuk bertahan selama beberapa hari di tengah laut. Para korban selamat masih mengalami trauma psikis dan dehidrasi karena kurang minum.
Sementara Dusun Talango Tengah, Desa Brakas, Kecamatan/Pulau Raas masih larut dalam suasana duka. ”Pasca bencana itu, warga di sini lebih banyak mengurung di kamar, mereka masih trauma dengan peristiwa itu, apalagi masih banyak anggota keluarganya yang belum ditemukan,” kata Samsul (50).
Pantauan Koran Madura, banyak rumah warga yang pintunya tertutup rapat, tidak terlihat penghuninya di luar rumah. Hanya beberapa anak kecil sedang bermain di teras rumah.
“Sampeyan bisa lihat sendiri seperti apa suasananya kampung ini pasca kejadian itu, masih belum ada tanda-tanda warga akan beraktivitas seperti sedia kala,” imbuh Fauzi.
Saat mengunjungi rumah Liama, korban yang ditemukan meninggal di Banlendur, Desa Ketupat, Raas, media disambut tangis histeris oleh sembilan anak Liama, di belakang rumahnya, dan mereka mengucapkan banyak terima kasih pada media, yang telah membantu memberitakan keluarganya sehingga cepat bisa ditemukan.
Tangis keluarga korban tidak berhenti disitu, waktu rombongan media bergerak ke lokasi pemakaman tempat korban dikubur, keluarga korban juga menangis histeris di atas pusara keluarganya.
Mereka menganggap musibah yang menimpa warga Pulau Talango Tengah, sangat berat untuk dilupakan. Hal itu dikarenakan, 51 orang yang menjadi korban tenggelamnya perahu pengantin masih satu keluarga.
Berbeda dengan situasi di Rumah Ahmad Yamin bin Mupaher, rumah tinggal pengantin pria. Di rumah itu rombongan media hanya ditemui Rizal (14), adik Ahmad Yamin, yang tinggal sendirian di rumahnya.
Bapak Rizal, Mupaher dan kakaknya Ahmad Yamin, hingga saat ini belum diketahui keberadaaanya. Sedangkan Sitti ibunya, ditemukan meninggal di pantai pasir panjang, Dusun Kranjih, Desa Ketupat, Raas, dua hari lalu.
Tatapan anak yang masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah itu terlihat kosong, dan tidak gairah untuk menyongsong masa depannya. Bahkan beberapa kali pertanyaan media tidak mendapat jawaban, ia lebih banyak diam dan wajahnya murung.
- Hozairi (45), paman Rizal, mengaku akan merawat keponakannya itu dengan baik. Ia berjanji akan menyekolahkan itu hingga ke perguruan tinggi. Karena tidak ada yang akan merawatnya, kecuali dirinya.
“Karena ponaan saya sekarang sudah sebatang kara, maka saya yang akan merawat, ia akan saya anggap seperti anak saya sendiri, bila perlu akan saya sekolahkan hingga perguruan tinggi,” kata H. Hozairi pada awak media. (JUNAEDI/ANT/MK)