Rambut Jatuh
Terpotongnya rambutku
tak senyeri hatiku.
Menggunungnya rambutku,
tak segunung cintamu. Padaku.
Gundulnya kepalaku,
tak segundul cintaku. Padamu.
Meski rambutku jatuh ke lantai,
tapi hatimu tak jatuh ke hatiku.
Gunting cukur, 2014
Simfoni Kematian I
Langit gelap, awan mendung
menyaksikan detik kematianmu
Simfoni itu dimainkan alot mengiringi kematianmu
Mata meleleh menyaksikan
Detik pelucutan ruhmu.
Semburan doa terus dipanjatkan
Agar mendinginkan kematianmu
Agar ruhmu tak dilucuti secara paksa
Doa terus mengiringimu
Mulutmu mengucap salam perpisahan
Tanda kasihmu. Tanda lemahmu dihadapan Tuhan.
Simfoni kematian berbalut doa
Dan kenangan iringi kepergianmu.
2014
Simfoni Kematian II
Ruhmu melayang, kenangan membayang
mengiringi pemberangkatanmu
menuju persemayaman terakhir.
Harta dan keluarga kau tinggalkan
Baju mewahmu kini berdebu
Dan takkan kau pakai. Kini
Kau terbungkus kafan putih
Kami mensucikanmu dengan
Air tangisan dan cucuran keringat mengantar
Pemberangkatan menuju rumah barumu.
2014
Langit Abu
Langit kelabu, tanda senja
Merehatkan tubuhnya.
Giliran purnama yang hidupkan sinarnya
Nyalanya bias terangi langit keabuan malam ini
Nampaknya langit terkena cacar
Karena awannya meriang dan bersembunyi
Memunculkan bintik bintang beraneka rasi.
Langit keabuan malam ini,
Mirip kondisi negeriku ini.
2014
*) Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Peminat Sastra dan aktif menulis berbagai karya sastra. Karyanya pernah termuat dalam Antologi Puisi dan Cerpen bersama (Negeriku berduka, 2013).