SUMENEP – Anggaran bantuan hukum khusus bagi warga miskin yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep sangat minim. Bahkan setiap tahunnya hanya dihabiskan oleh perkara perceraian.
Informasi yang berhasil dihimpun Koran Madura, pada tahun 2015 pemerintah daerah menyediakan anggaran sebesar Rp 250 juta. Dana tersebut akan dialokasikan terhadap 50 warga yang membutuhkan bantuan hukum.
”Jadi, kami setiap perkara hanya menyediakan bantuan sebesar Rp 5 juta,” kata Kepala Bagian Hukum Setkab Sumenep, Setiawan Karyadi.
Menurutnya, anggaran bantuan hukum yang disediakan oleh pemerintah itu ada kenaikan sebanyak 20 persen dari tahun sebelumnya. ”Kalau tahun sebelumnya, kami hanya mampu menyediakan sebanyak 30 kasus. Itupun sudah terpakai semua hingga akhir tahun,” terangnya.
Dari 30 kasus yang telah ditangani selama ini, ternyata sekitar 50 persen lebih tersedot oleh kasus perceraian. Bahkan, kasus tindak pidana lainnya sangat jarang diajukan oleh warga.
”Karena masih ada sisa tahun yang lalu, maka kami mengajukan penambahan anggaran lagi di tahun 2015 ini. Alhamdulillah anggaran itu disetujui,” terangnya.
Lebih lanjut Iwan sapaan akrabnya Setiawan Karyadi mengatakan, bantuan yang diberikan itu, tidak sembarang orang bisa menerima. Bahkan, dari usulan yang telah masuk ke Setkab Sumenep itu, masih melalui proses seleksi yang cukup ketat.
Seleksi tersebut bertujuan agar minimnya anggaran yang ada, bisa benar-benar tersalurkan kepada orang yang memang sangat membutuhkan. Tidak hanya itu, sebelum diberikan bantuan tersebut, Pemkab masih melakukan survei. ”Makanya setiap kali mengajukan, pemohon harus melampirkan Foto Copy KTP dan juga surat keterangan miskin dari kepala desa setempat. Kalau memang benar sesuai dengan permohonannya, maka kami tunjuk pengacara untuk mendampingi kasusnya di pengadilan,” terangnya.
Lebih lanjut Iwan mengatakan, anggaran yang diberikan sebesar Rp 5 juta setiap kasus tersebut, bisa digunakan siapa saja yang memerlukan bantuan hukum baik pidana, perdata bahkan kasus hukum yang terjadi dalam rumah tangga seperti perceraian.
Disinggung soal mekanisme penentuan pengacara yang akan menjadi klien, Iwan menjelaskan dalam menentukan pengacara yang akan menjadi kuasa hukum, pihaknya berkoordinasi dengan pengadilan negeri (PN) dan pengedilan agama (PN) Sumenep.
Kedua intitusi itu dimintai data pengacara yang sudah memiliki kualifikasi dibidang advokasi. Selanjutnya nama-nama itu diundang untuk dimintai persetujuan.
(JUNAEDI)