SUMENEP– Naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium ternyata membawa malapetaka terhadap petani garam. Pasalnya, di tengah naiknya harga BBM berubsidi, sejumlah petani garam di Kabupaten Sumenep terus mengalami kerugian yang sangat tinggi. Pasalnya, harga jual garam hasil panen masih dihargai di bawah harga pokok penjualan (HPP) yang ditetapkan pemerintah.
Informasi yang dapat dihimpun oleh Koran Madura dari beberapa petani, saat ini harga garam di kalangan petani untuk KW I Rp 450.000 pertonnya. Sedangkan untuk jenis garam KW II Rp 350.000 pertonnya.
Padahal, sesuai HPP harga garam untuk kualitas 1 dipatok Rp 750 perkilogram, kualitas 2 adalah Rp 550 perkilogram. Kini, harga anjlok itu membuat para petani kian buntung. Ibarat jatuh ditimpa tiang, BBM naik, harga garamnya dibeli murah. Padahal logika ekonomi, ketika BBM naik, maka bahan-bahan pokok juga ikut naik.
”Saat ini harga garam lagi tidak bersahabat. Karena pengusaha membeli garam selalu di bawah ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal semua kebutuhan naik mas ketika BBM naik,” kata Busaid salah satu petani garam asal Desa Karang Anyar, Kecamatan Kalianget.
Menurutnya, meskipun memasuki musim kemarau tiba, pengusaha tidak pernah membeli garam sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemrintah. ”Jika memasuki musim kemarau tiba, pengusaha hanya membali garam Rp 450 ribu perton untuk KW I, sedangkan untuk garam KW 2 hanya dibeli Rp 350 ribu pertonnya,” ungkapnya.
Meskipun demikian, petani garam tidak bisa berbuat banyak, dirinya terpaksa menjual garam dengan harga murah, dibandingkan tidak laku terjual. “Alasan pengusaha pun masih tetap. Mereka berdalih, stok garam sudah banyak di gudang, sedangkan petani yang panen masih sedikit,” terang Busaid.
Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep Syaful Bahri belum bisa dikonfirmasi terkait langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Sebab, saat dihubungi melalui telepon selulernya sedang tidak aktif.
(JUNAEDI/SYM)