PAMEKASAN – Besarnya anggaran untuk program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun di Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan menarik perhatian sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Besarnya mencapai Rp 30 miliar lebih sehingga rawan terjadi penyimpangan. Dikhawatirkan tidak direalisasikan dengan baik dan hanya menjadi ladang korupsi bagi pihak-pihak yang berkepentingan, untuk memperkaya diri dan mengabaikan kepentingan pendidikan yang menjadi salah satu program unggulan di wilayah itu.
Tim monitoring dan evaluasi pelaksanaan program ini juga dikhawatirkan tidak bekerja maksimal dalam mengawasi pelaksanaan program. Pada monev BOS dan beberapa kegiatan lainnya beberapa tahun lalu dinilai tidak maksimal, meskipun sudah disiapkan anggaran tersendiri dalam pelaksanaan monev kegiatan.
Lembaga Partisipasi Pembangunan Daerah (LP2D) Pamekasan meminta Dinas Pendidikan (Disdik) tidak main-main dalam mengelola program ini, agar tujuan pemerintah dalam program ini bisa tercapai. Baik dalam capaian kuantitas, kualitas maupun mutu pendidikan.
Sekretaris LP2D Pamekasan, Sofyan mencontohkan dari dana Rp 30 miliar lebih itu, Rp 28 miliar lebih di antaranya untuk peningkatan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan dasar dan menengah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK). Rinciannya Rp 16.976.267.000 untuk sarpras SD dan Rp 11.314.897.000 untuk peningkatan sarpras SMP.
Dalam pelaksanaan program peningkatan sarpras ini, Disdik Pamekasan harus hati-hati dalam menentukan lokasi kegiatan dan tidak semata-mata berdasar pesanan pihak-pihak tertentu, apalagi karena adanya iming-iming persentase. Disdik harus melakukan verifikasi dan kroscek agar tidak tumpang tindih dengan program yang sama dari sumber pendanaan lain seperti dari pusat maupun provinsi yang diterima lembaga dimaksud. Jika ini tidak dilakukan, maka rawan terjadinya kegiatan pembangunan fiktif. Yakni, dua sumber pendanaan, tetapi hanya dilaksanakan satu kegiatan saja.
“Ini rawan terjadi pembangunan fiktif jika tidak diverifikasi dengan baik dan teliti. Jika terjadi demikian, maka Disdik harus bertanggungjawab. Yang paling rawan, jika program ini titipan atau pesanan kelompok tertentu,” katanya.
Selain harus diverifikasi secara ketat, Disdik Pamekasan juga harus menunjuk konsultan yang memiliki komitmen sesuai tujuan pembangunan. Sebab jika konsultan yang ditunjuk “main mata” dengan pelaksana kegiatan maka masyarakat sangat dirugikan.
Sofyan juga mempertanyakan adanya program yang bersumber dari dana alokasi umum (DAU) berupa pengadaan tanah SD senilai Rp 600 juta karena nomenklaturnya ada kemiripan dengan program peningkatan sarana SD sebesar Rp 500 juta, termasuk dengan program peningkatan sarpras. Ia mengingatkan agar program ini tidak disalahgunakan dan benar-benar terealisasi karena persoalan sengketa tanah di Pamekasan banyak yang belum disertifikasi atas nama pemkab setempat dan rawan sengketa.
Sementara itu, rencana belanja rapor SD senilai Rp 415 juta juga harus direalisasikan. Karena rencana belanja ini rawan jadi bancaan dengan memanipulasi dana BOS atau menarik biaya yang memberatkan siswa.
Ia menambahkan, sengaja memberi peringatan dini kepada Disdik Pamekasan agar hati-hati dan serius dalam mengelola program dan tidak hanya senang dengan penyediaan anggaran yang besar.
Sampai berita ditulis, pihak Disdik Pamekasan belum bisa dimintai konfirmasi terkait realisasi program ini. Baik dalam ploting DAK maupun realisasi program lainnya.
(A. FAUZI M/RAH)