Musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) segera tiba. Hiruk-pikuk iklan dalam berbagai media kembali marak. Di TV, radio, billboard, spanduk, dan brosur berbagai institusi pendidikan ditawarkan. Semua memiliki tujuan yang sama yakni memperoleh peserta didik baru sesuai yang mereka harapkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Kini PPDB tak ubahnya sebuah pertandingan dalam kompetisi yang ketat. Dan yang namanya kompetisi tentu ada yang unggul dan ada yang terpinggirkan, ada yang menang dan ada yang kalah. Dalam konteks kompetisi di bidang pendidikan keunggulan sebuah institusi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain; prospek lulusan, market demand (permintaan pasar), persepsi masyarakat tentang pendidikan, kebijakan pemerintah, dan kualitas pela-yanan pendidikan disetiap institusi.
Bagi sebagian orang prospek lulusan menjadi pertimbangan penting. Seberapa besar peluang untuk segera mendapatkan pekerjaan setelah lulus seringkali menjadi prioritas utama dalam memilih jenis pendidikan. Hal ini disebabkan oleh susahnya mencari pekerjaan di Tanah Air dan rendahnya budaya berwirausaha masyarakat. Namun pertimbangan tersebut bukannya tanpa risiko, jika terjebak dalam orientasi yang sempit—yang penting dapat segera kerja—maka terjadi disorientasi dimana pendidikan sekedar persiapan untuk menjadi pekerja dan tukang.
Kini konfigurasi pendidikan (tingkat menengah) terpolarisasi menjadi dua kutub yang diametral. Satu kutub bermahzab vokasi dan di pihak lain bermahzab sekolah umum dan/ agama. Dalam kondisi seperti saat ini yang kita rasakan adalah adanya simplikasi pendidikan. Jika tidak hati-hati sekolah umum dan/agama terjebak dalam pusaran pendidikan vokasi yang dijadikan sebagai identitas plusnya.
Bagaimana dengan madrasah?
Madrasah jika kita cermati secara jujur menghadapi tanta-ngan yang tidak mudah. Madrasah Aliyah harus bersaing de-ngan jenis pendidikan setingkat yang sedang dijadikan ‘primadona” oleh pemerintah. Dalam konteks ini madrasah masuk dalam pusaran red ocean stra-tegy. Red ocean strategy merupakan persaingan langsung (head to head) antara dua atau lebih industri/penyedia jasa yang bergerak dalam produk yang sama/setingkat. Sebagai contoh Madrasah Aliyah kini harus bersaing dengan SMK dan SMA dalam berbagai hal, utamanya dalam PPDB.
Dalam red ocean strategy sudah barang tentu para “kontes-tan” berjuang sekuat tenaga untuk memenangkan persaingan. Berbagai sumber daya dikerahkan untuk unggul dalam persaingan. Energi dan dana yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Pihak yang tidak total dan kurang taktis dalam berstrategi akan kalah dalam persaingan.
Melihat fenomena seperti saat ini sudah saatnya madrasah melakukan apa yang disebut dengan change management. Change management yang dimaksud adalah hijrah dari Red Ocean Strategy menuju Blue Ocean Strategy. Blue Ocean Stra-tegy merupakan metode yang digunakan untuk menciptakan pasar baru, ketika pasar tersebut sudah mengalami kejenuhan atau dengan kata lain tidak ada pangsa pasar yang lebih yang dapat diambil dari pasar tersebut. Metode ini diciptakan oleh W.Chan Kim dan Renee Mauborgne yang merupakan 2 professor dari Harvard Business School (Adityo Rekso Prawiro, 20ll).
Untuk mengimplementasikan blue ocean strategy menggunakan langkah-langkah: Pertama, Kanvas strategi; merupakan kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk merangkum situasi pasar yang sudah dikenal. Kanvas strategi memberikan sebuah peta untuk memahami ajang persaingan. Kedua, Kerangka kerja empat langkah; untuk memperoleh big value dengan lower cost yakni menghapus faktor-faktor yang sekiranya tanpa faktor tersebut konsumen menerima begitu saja, mengurangi faktor pembiayaan yang sekiranya dapat dikurangi sebagai bentuk efisiensi, menambah faktor tertentu yang memberi kontribusi signifikan, dan menciptakan hal baru yang belum diciptakan oleh kompetitor.
Dalam konteks ini pihak manajemen madrasah dapat melakukan mapping faktor apa saja yang dapat dihapus, dikurangi, ditambah, dan di-ciptakan untuk meningkatkan animo dan trust masyarakat terhadap madrasah. Sebagai contoh manajemen madrasah dapat mengurangi jenis media publikasi yang sejauh ini tidak memberi sumbangan pengaruh yang signifikan. Manajemen madrasah dapat memilih apakah menggunakan brosur, spanduk, media elektronik, atau yang lain. Dengan memilih yang paling efektif berarti mereduksi yang tidak efektif.
Dan untuk menciptakan hal baru dapat ditempuh dengan memilih yang sekiranya potensial dapat dibangun di madrasah misalnya; budaya madrasah, kajian keagamaan, kegiatan eks-kurikuler, dan lainnya. Yang jelas kegiatan yang dijadikan unggulan tidak boleh dilaksanakan setengah hati karena tidak akan memberi efek yang kuat.
Apapun strategi yang digunakan akan memberi kontribusi yang signifikan jika memenuhi tiga hal yakni fokus, divergen, dan moto yang memikat. Fokus artinya pengelolaan benar-benar dilaksanakan dengan total dan sepenuh hati, divergen ar-tinya memiliki ciri khas diban-ding yang umum, dan moto yang memikat berarti memiliki jargon yang mengandung spirit dan visi madrasah. Sinergisitas manajemen blue ocean strategy disertai manajemen yang fokus, divergen, dan moto yang memikat penulis yakini meningkatkan animo dan trust masyarakat pada madrasah. [*]
Oleh: Darmadi
Praktisi Pendidikan, Pemerhati masalah Sosial, Budaya, dan Politik. Tinggal di Lampung Tengah.