BANGKALAN – Program Operasional Nasional (Prona) dalam pembuatan sertifikat tanah gratis rawan terjadi penyelewengan di tingkat desa. Dalam program tersebut tidak jelas biaya paten yang dipatok oleh pemerintah, meskipun secara penerbitan sertifikat tanah digratiskan. Namun, dalam pembelian materai dan tanda batas ukur harus tetap mengeluarkan biaya sendiri. Apalagi, yang menjadi koordinator dalam program Badan Pertanahan Nasional (BPN) tersebut adalah pihak aparatur desa.
Dalam Prona, masyarakat gratis dalam mengurus sertifikat tanah. Biayanya menjadi tanggungan pemerintah melalui subsidi APBN. Namun ada kekhawatiran mengenai pungutan di luar batas kewajaran. Seperti pembiayaan pemberkasan yang dibebankan kepada masyarakat yang ingin mengurus sertifikat tanahnya.
Seperti pengakuan salah satu warga yang tengah mengurus sertifikat tanah di Kecamatan Klampis melalui aparatur desa dipatok biaya sampai Rp 1,5 juta. Padahal, kuat dugaan pembuatan sertifikat tersebut melalui program prona, yang seharusnya tak sampai jumlah tersebut.
“Saya mengusulkan pembuatan sertifikat pada tahun 2014 kepada kepala desa, tetapi masih dikenakan biaya Rp 1,5 juta. Saya membuat sertifikat secara kolektif. Tidak hanya itu saja, ada saudara saya yang diminta dengan harga yang sama,” kata salah satu warga yang tak mau disebutkan namanya.
Seperti yang pernah diucapkan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelumnya, dalam pembuatan Prona, masyarakat hanya dibebani biaya pemberkasan dokumen. Sebab pemohon sendiri yang membayar seperti pembiayaan fotokopi KTP, KSK, dan SPTPPBB. Selain itu, biaya petok. Selain itu, untuk poin yang dibiayai oleh negara meliputi biaya pendaftaran, pengukuruan, pemeriksaan tanah hingga penerbitan sertifikat tanah.
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan BPN Bangkalan, Suprijo mengatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat saat ini kembali melaksanakan program legalisasi aset melalui prona. Ada tujuh kecamatan pada tahun 2015 yang mendapat program legalisasi aset yakni pembuatan sertifikat tanah yang dibiayai oleh negara tersebut.
Ketujuh lokasi yang mendapatkan program sertifikat gratis tersebut yakni wilayah Kecamatan Modung sebanyak empat desa, Blega sebanyak tiga desa, Konang empat desa, Galis empat desa, Klampis satu desa, Socah satu desa, dan Kecamatan Geger juga satu desa.
Menurutnya, sebenar program prona ini sangatlah penting mengingat mayoritas masyarakat belum memiliki bukti hukum terkait kepemilikan tanahnya. Sehingga dengan tidak memiliki bukti hukum yang kuat dapat menyebabkan perselisihan ataupun sengketa antara masyarakat.
“Itulah poin yang dibiayai negara dan yang tidak dibiayai negara, untuk ini target penyelesaiannya yakni 40 persen di bulan Juni, 70 persen bulan September, dan 100 persen di bulan Desember 2015. Dengan adanya sertifikat ini masyarakat akan punya kekuatan hukum atas lahan yang dimilikinya, sehingga dapat menekan terjadinya sengketa,” paparnya.
(MOH RIDWAN/RAH)