
Penulis : Zen Abdurrahman
Penerbit :IRCiSoD
Cetakan : I, Februari 2015
Tebal : 268 Halaman
ISBN : 978-602-279-144-7
Konflik Palestina telah menyita perhatian hampir seluruh dunia. Konflik tersebut telah banyak memakan korban dan menghancurkan fasilitas umum. Akibat kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina, banyak kalangan mengutuk ambisi mereka.
Semuanya menyangsikan alasan Israel merebut Palestina. Sebelumnya, Israel mengklaim bahwa Palestina merupakan tanah yang dijanjikan oleh Allah Swt., sehingga mereka merasa berhak atas tanah tersebut. Di sisi lain, rakyat Palestina merasa lebih berhak karena turun temurun hidup di sana.
Pada 1974, PBB menggagas two state solution sebagai solusi perdamaian antara Israel dan Palestina. Namun, solusi pembagian negara tersebut tidak memperoleh persetujuan penuh dari kedua belah pihak. Pada 1993, solusi perdamaian juga dilakukan melalui Perdamaian Oslo. Akan tetapi, solusi ini juga tidak menemukan titik terang antara keduanya.
Kota Palestina memiliki nilai penting bagi tiga agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Keberadannya menyimpan sejarah panjang agama-agama tersebut. Ribuan peziarah percaya bahwa kota itu merupakan gerbang menuju surga. Mereka merasa dekat dan dapat bersua dengan Tuhan. Setiap peziarah mengekspresikan keimanan mereka untuk dekat dengan Tuhan. Rasa cinta ketiga agama samawi tersebut diungkapkan secara berbeda (halaman 11-12).
Palestina merupakan negeri para nabi utusan Allah Swt. Mereka diturunkan di kawasan Masjidil Aqsa dan wilayah lainnya. Hal ini terbukti dengan keberadaan makam para nabi, misalnya Nabi Ibrahim AS, Nabi Syu’aib AS, Nabi Musa AS, Nabi Daud AS, Nabi Yunus AS, dan dan Nabi Sulaiman AS. Palestina merupakan tanah yang diberkahi. Bahkan, Nabi Muhammad Saw. menganjurkan umat islam untuk berziarah ke Masjidil Aqsa.
Palestina dan area Masjidil Aqsha merupakan tanah wakaf untuk umat Islam. Hal tersebut tercatat dalam sejarah Islam, yaitu ketika Umar bin Khatab menjadi khalifah dan menaklukan Yerussalem. Saat itu, Sophronius, seorang uskup agung Gereja Yerussalem, secara suka rela menyerahkan kota tersebut beserta harta dan kepercayaan mereka kepada Umar bin Khatab dengan beberapa persyaratan, yang telah dipenuhinya. Kemudian, Umar bin Khatab membangun kembali Masjidil Aqsha dari kayu di atas pondasi aslinya (halaman 28).
Pada saat itu, Khalifah Umar menuju Yerussalem dengan me-nunggang unta. Sebagai seorang penakluk, ia datang tanpa pasukan berbaju zirah. Ia mengenakan jubah lusuh dan penuh tambalan dan hanya membawa bekal makanan secukupnya. Kedatangan yang penuh wibawa namun bersahaja itu disambut Uskup Sophronius dengan nuansa persahabatan. Ketika ditawari shalat di Gereja Makam Suci, Khalifah Umar menolaknya dengan halus. Menurutnya, jika ia shalat di gereja, maka kaum muslim akan merebutnya dari kaum nasrani. Sikap saling toleransi yang diteladankan oleh Umar bin Khatab dan Sophronius, seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi generasi di seluruh lintas generasi.
Perebutan Palestina dalam sejarah Palestina modern dimulai sejak kebangkitan zionis modern. Gerakan tersebut dipelopori oleh Theodore Hertzl, seorang jurnalis berkebangsaan Yahudi. Ia bercita-cita menegakkan suatu negara berasaskan ras Yahudi di Palestina. Sejak provokasi yang dilakukan olehnya, muncul konflik antara masyarakat Yahudi dan Islam (Arab Palestina) hingga saat ini (halaman 111). Zionisme bertujuan merebut tanah Palestina dari umat Islam yang menetap di sana.
Buku setebal 268 halaman ini menceritakan seluk beluk sejarah dan akar psikologis gejolak antara Israel dengan Palestina. Berbagai macam upaya perdamaian yang telah disepakati pun bahkan belum mampu menyelesaikan konflik di Palestina. Dengan menyelami seluk beluk peradaban Palestina hingga perebutan wilayah yang dilakukan Israel, pembaca akan disajikan sup-lemen pengetahuan yang otentik, segar, dan mencerahkan. Selamat membaca.
Oleh: Nurul Lathiffah
Alumnus Psikologi UIN Yogyakarta