JAKARTA-Presiden Joko Widodo merilis Peraturan Presiden No. 39/2010 tentang Perubahan Atas Perpres No. 68/2010. Beragam tanggapan muncul dari masyarakat terhadap keputusan Presiden menaikkan anggaran fasilitas uang muka kenda-raan untuk pejabat negara.
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi mengatakan kenaikan uang muka mobil pejabat negara sebagai bentuk politik balas budi Presiden Jokowi kepada pendukungnya di Pilpres 2014. Apalagi, uang muka mobil tersebut langsung diserahkan secara personal tidak melalui proses audit.
“Jadi balas budi dan pembungkaman pada saat pemenang-an pemilu pilpres kemarin, karena dana ini langsung diserahkan secara personal, bukan melalui tender, jadi tidak akan ada audit,”. Apung Widadi, Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transpa-ransi, Jakarta (5/4).
Seperti diketahui, Perpres baru ini hanya mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres No. 68/2010. Pada Perpres No. 68/2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp116,65 juta, sedangkan dalam Perpres No. 39/2015 menjadi Rp210,89 juta.
Tunjangan diberikan kepada pejabat negara di lembaga negara, seperti DPR, MPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Apung mengatakan model politik balas budi ini sudah menjadi permainan lama pada peme-rintahan sebelumnya. Menurut Apung, sangat terlihat Presiden Jokowi memberikan ‘hadiah’ kepada parpol pendukungnya melalui penambahan uang muka mobil dinas pejabat negara.
Pejabat yang akan menerima yaitu kurang lebih 753 Orang. DPR berjumlah 560 Orang, DPD 132 orang, Hakim Agung 40 orang, Komisi Yudisial 7 orang, Hakim MK 9 orang dan BPK 5 orang. Anggaran DP mobil ini sebesar Rp 15,8 miliar, naik Rp 87,8 mi-liar dari Rp 70,96 miliar dari tahun 2010. “Itu pemborosan, uang muka segitu biasa untuk mobil mewah, yang jelas harga di atas Rp 1 miliar,” tutupnya.
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi memahami munculnya berbagai tanggapan dari masyarakat terhadap keputusan menaikkan anggaran fasilitas uang muka kendaraan untuk pejabat negara. “Itu bagian dari feed back atas kebijakan publik yang harus diperhatikan,” kata Yuddy melalui keterangan pers, di Jakarta, Minggu (5/4).
Menurut Yuddy, terbitnya Presiden Joko Widodo menaik-kan anggaran fasilitas uang muka kendaraan untuk pejabat negara merupakan tindak lanjut dari Surat Ketua DPR RI Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015.
Surat yang diterima pada 5 Januari 2015 itu, DPR meminta dilakukan revisi besaran tunjangan uang muka bagi pejabat negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan. Menurut Yuddy alasan yang digunakan DPR adalah meningkatnya harga kendaraan dan dalam rangka penyesuaian kendaraan dinas bagi pejabat negara. “Presiden selaku Kepala Negara tentu harus menghormatinya. Duduk persoalannya seperti itu,” tuturnya.
Yuddy menilai terbitnya regulasi terkait dengan penambahan anggaran uang muka mobil dinas itu merupakan hal normatif dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara.
Dari sisi pemerintah, Yuddy mengatakan untuk menjamin efisiensi anggaran belanja negara, pelaksanaan kebijakan tersebut akan dilakukan secara selektif. Dia berpendapat bahwa kuncinya ada pada moral etik para pejabat negara yang bersangkutan.
Yuddy juga menegaskan keputusan Presiden menyetujui usulan tersebut, dengan pertimbangan lebih hemat daripada mengganti seluruh kendaraan dinas pejabat negara yang jumlahnya cukup banyak.
Nilai pemberian fasilitas uang muka kendaraan, menurut Yuddy, sudah melalui pengkajian di Kementerian Keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan negara. Jumlahnya sekitar Rp 158 miliar dari Rp 2.039 triliun APBN tahun anggaran 2015. Dalam pe-raturan baru itu pemberian fasilitas uang muka kendaraan bagi pejabat publik naik dari Rp 116,5 juta menjadi Rp 210,8 juta
(GAM/ABD)