
JAKARTA – Putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memerintahkan penundaan pemberlakuan SK Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol sampai ada keputusan hukum yang bersifat tetap (incracht).
Namun Menkum HAM Yasonna Laoly menegaskan jika surat keputusan yang dikeluarkan terhadap kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono tetap sah dan berlaku. Putusan sela PTUN Jakarta yang mengabulkan permintaan kubu Aburizal Bakrie hanya menyatakan pemberlakuan SK itu ditunda, bukan dibatalkan. “SK sudah dikeluarkan dan itu SK berlaku sah, sampai sekarang masih sah. Ini kan ditunda, saya diminta ditunda tapi tidak dibatalkan. Karena masih pemeriksaan pokok perkara,” kata Yasonna saat diskusi di Menteng, Jakarta Pusat (5/4)
“Bagi saya tetap mengatakan SK saya tetap berlaku, masih belum dicabut dan pengadilan masih berjalan,” imbuhnya.
Dengan SK yang mengakui kepengurusan hasil munas Ancol, Yasonna mengatakan, hal itu bisa menjadi landasan bagi Partai Golkar untuk mengikuti pilkada. Namun, putusan sementara PTUN membuat persoalan lagi. “Untuk menyelesaikan persoalan Golkar itu nanti melalui Munas 2016. Kalau dari segi kepastian hukum, keputusan saya terlepas puas atau tidak puas itu menjadi jelas, Golkar bisa mengajukan calon di pilkada,” tegasnya. Sementara itu,
Ketua Umum Partai Golongan Karya versi Munas ke-IX di Bali, Aburizal Bakrie meminta Menkum HAM harus mematuhi keputusan PTUN yang menunda pelaksanaan keputusan terkait kisruh kepengurusan Golkar. “Negara ini negara hukum. Menteri harus mematuhi untuk menunda keputusannya,” kata Ical.
Ical menilai kondisi perpolitikan di Indonesia terbilang tenang namun menghanyutkan. Situasi itu tidak terlepas dari keretakan partai beringin yang saat ini terbelah menjadi dua kubu.
Karena itu, lanjut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam keputusannya. Sebab, jangan sampai setiap keputusan pemerintah nantinya bakal mengacaukan kebijakan Presiden Joko Widodo. “Semua pihak harus berhati-hati dengan masalah yang merundung saat ini. Jangan sampai mengacaukan presiden Jokowi dengan kesulitan,” tandasnya.
Saat ini, kisruh dualisme Golkar semakin panas. Selain menggugat SK Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono, Golkar kubu Aburizal Bakrie juga melaporkan adanya pemalsuan surat mandat yang dibawa peserta munas di Ancol.
Akan tetapi Yasonna Laoly mengatakan, pemalsuan surat itu bukan urusannya.”Itu bukan urusan kita, itu dibuktikan saja di pengadilan. Kan mahkamah partai sudah memutuskan. Saya kan memutuskan berdasarkan undang-undang, mahkamah partai pasti memeriksa keabsahan dokumennya, pelaksanaan munasnya, pastilah,” tegasnya.
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, dia membuat SK pengesahan pengurus Golkar kubu Agung Laksono berdasarkan keputusan mahkamah partai. “Mahkamah partai kan, bukan saya yang memutuskan. Undang-undang Parpol pasal 32 ayat 5 mengatakan Putusan mahkamah Partai Politik bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan,” papar Yasonna.
Yasonna menilai, konflik Golkar dapat diselesaikan jika kedua kubu mau duduk bersama menyelesaikan masalah. “Idealnya kedua belah pihak duduk bersama-sama, sekarang pun masih memungkinkan lah. Idealnya duduk lagilah dua-dua ini agar semua bisa terselesaikan dengan baik,” pungkasnya.
(GAM/ABD)