Oleh: Miqdad Husein*
Ramai-ramai pemberitaan artis yang nyambi di dunia prostitusi jadi teringat kalimat bijak bernada canda. Katanya, ujian hidup bagi perempuan ketika laki-laki tidak memiliki apa-apa; ujian bagi laki-laki ketika perempuan tidak memakai apa-apa.
Sangat kental unsur bercanda ungkapan di atas. Namun jika dicermati, ungkapan bijak itu ternyata sangat serius mewarnai kehidupan keseharian manusia. Banyak rumah tangga berantakan karena persoalan ekonomi. Istri tak tahan hidup berdampingan dengan suami yang memiliki penghasilan terbatas atau pengangguran. Apalagi ketika suami ternyata malas bekerja dan berubah fungsi bukannya memberi nafkah, sebaliknya justeru dinafkahi istri.
Pada tingkat serius, jika problem ekonomi itu dibumbui gaya hidup ditambah ketakmampuan menahan diri jalan pintas akhirnya yang ditempuh. Bagi perempuan, itu tadi, akhirnya menempuh jalur maksiat. Namun untuk katagori berat ini sangat jarang dilakukan keluarga biasa. Umumnya merasuki mereka yang terlelap gaya hidup glamour dunia selebriti.
Terbiasa hidup mewah sementara sepi order lalu tak memiliki keterampilan, ya jalan pintas yang ditempuh. Memang tak semua yang berada dalam dunia hiburan menerobos jalan pintas ketika sedang terjebak persoalan ekonomi dan gaya hidup glamour.
Bagaimana dengan laki-laki? Persoalan perempuan tidak pakai apa-apa memang merupakan ujian paling berat bagi laki-laki. Akal sehat bagi yang tak tahan godaan kadang hilang. Bukan lagi super ego (pikiran) yang mengendalikan ego (nafsu) tapi kebalikannya. Ego atau nafsu yang mengemuka akal sehat tercampakkan.
Dorongan seks, sebagaimana banyak dipaparkan psikolog, tergolong faktor paling mudah mengacaukan pikiran manusia. Karena itu tak usah aneh bila banyak produk-produk yang sama sekali tak berhubungan seks menempelkan hal-hal berorama seks. Misalnya, ada promosi mobil menampilkan wanita super seksi.
Banyak bank-bank dan kantor-kantor tertentu diam-diam memanfaatkan unsur keseksian wanita sebagai jalan meraih ketertarikan konsumen. Mungkin hampir tak ditemukan SPG berpakaian jilbab rapi mempromosikan rokok kepada konsumen. Yang sering ditemui biasanya SPG berpakaiann rok mini, belahan dada rendah dengan dandanan menor. Lalu cara menjajakannya sedikit bumbu bergenit-genit ria sehingga laki-laki yang tak berminat pun “terpaksa” mengeluarkan uang.
Terkait mengeluarkan uang ini, mungkin bagi banyak orang berpikiran waras sangat mengherankan seorang laki-laki rela membayar 80 sampai 200 juta untuk kencan hanya tiga jam dengan seorang wanita betapapun cantik dan seksinya. Sebuah jumlah, kata seorang kawan -sete-ngah bercanda- bila di kampung bisa menyelenggarakan sampai empat kali walimah dan tidak hanya dilayani tiga jam. Tapi inilah fakta riil yang sedang ramai jadi pemberi-taan.
Tentu saja, di sini pikiran sehat jangan dijadikan ukuran. Inilah yang disebut penjungkirbalikan logika. Yang mengemuka hasrat, minat, gelora, semangat, nafsu yang biasanya dipayungi apa yang disebut sensasi. Sesuatu yang baru, yang menimbulkan rasa penasaran, yang diyakini memberikan kejutan.
Karena sensasi saja titik berangkatnya biasanya sesaat. Dan berani bertaruh, hampir seratus persen laki-laki yang selesai berkencan tiga jam seringkali menyesali. Mungkin bukan soal dosa, tapi itu lho, mereka ketika sudah selesai, akal sehat muncul kembali, baru merasa bahwa ternyata uang 80 sampai 200 juta sangat banyak.
Ya biasanya merasa mahal ketika sudah selesai. Sebelumnya tak terasa karena tertutup hasrat dan gelora pada kecantikan dan keseksian. Gitu deh.[*]
*) Kolumnis asal Madura, tinggal di Jakarta.