SURABAYA – Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan menyinggung tentang penyebab pelambatan ekonomi yang dipersoalkan para pakar serta pencabutan subsidi BBM dan kasus Freeport yang dipersoalkan para mahasiswa.
“Pelambatan ekonomi itu sebenarnya sudah ada dalam prediksi kita akibat tiga penyebab, namun kebijakan yang kita ambil, seperti pencabutan subisidi BBM itu, mungkin tidak enak, tapi hasilnya akan baik setelah setahun,” katanya dalam Dialog Kebangsaan di Rektorat ITS Surabaya, Senin (18/5).
Dalam dialog bertajuk “Paradigma Baru Pemerintahan Presiden Joko Widodo menuju Masyarakat Sejahtera” yang dipandu Rektor ITS Prof Joni Hermana, ia menyatakan tiga penyebab pelambatan ekonomi adalah hilangnya momentum hilirisasi, siklus tujuh tahunan dalam perekonomian dunia, dan rendahnya pajak/PNBP.
“Kita kehilangan momentum dalam pertumbuhan ekonomi, karena selama ini kita lupa melakukan hilirisasi, namun melakukan ekspor terus, seperti batu bara, sawit, dan sebagainya, sehingga kita baru sadar sekarang kalau bahan bakar minyak yang kita miliki sudah sangat terbatas, karena itu kita akhirnya membatasi subsidi BBM,” tuturnya.
Selain itu, pemerintah sekarang juga mengalami siklus tujuh tahunan dalam perekonomian dunia yang melambat, bahkan negara seperti Jepang dan Tiongkok pun mengalami. “Kita tinggal berharap kepada ekonomi Amerika, tapi hal itu juga bukan jawaban,” ucapnya.
Untuk menjawab semua itu, Pemerintahan Jokowi-JK melakukan program hilirisasi secara perlahan, meningkatan pendapatan dari pajak yang saat ini hanya ada sejuta sumber pajak, padahal mestinya ada puluhan atau ratusan juta sumber pajak.
“Jawaban yang mungkin juga tidak populer adalah mencabut subsidi BBM. Sebenarnya, kita tidak mencabut tapi membatasi subsidi yang biasanya Rp 2.000 menjadi hanya Rp 1.000, sehingga kita mampu menghemat Rp 300 triliun yang akhirnya kita arahkan pada infrastruktur, karena infrastruktur kita bisa menyelesaikan 27 persen ‘cost logistic’,” tuturnya.
Menurut mantan Menteri Perindustrian dan Dubes RI di Singapura itu, penghematan Rp 300 triliun itu bukan tanpa risiko, karena pemerintah dikritik para mahasiswa sebagai pihak yang tidak pro-rakyat, karena kenaikan harga di mana-mana.
“Kami tidak bisa mengatakan apa-apa, tapi hal yang pasti adalah kita memang akan susah dalam kuartal 1 dan 2, tapi insya-Allah pada kuartal 3 atau maksimal kuartal 4, kita akan mulai mengalami perbaikan. Kami akui stabilitas ekonomi kita memang baru akan terjadi pada kuartal 3 atau 4 itu,” ujarnya.
Mengenai masalah nasionalisasi aset terkait kasus PT Freeport, Luhut Pandjaitan menyatakan pihaknya berkomitmen dalam kontrak berskala dunia.
“Kalau kontrak belum selesai ya dilanjutkan, tapi kalau sudah selesai akan diserahkan kepada BUMN, tapi bisa BUMN itu bekerja sama dengan pihak asing secara ‘B to B’,” imbuhnya.
Dalam dialog yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri BEM ITS, Nurul Sihabuddin, itu mantan jenderal dari satuan Kopassus itu juga meminta ITS untuk membantu pemerintah memberikan jawaban yang lebih baik lagi kepada masyarakat.
“Karena salah satu dari empat unggulan ITS adalah kemaritiman, saya minta Pak Rektor menyiapkan orang untuk memperkuat tim kemaritiman kami. Saat ini, Tim Kemaritiman diperkuat orang-orang ITB dan UI, tentu akan lebih baik lagi kalau ITS masuk di dalamnya,” tambahnya.
Di hadapan peserta dialog dari kalangan akademisi dan wakil Forpimda Jatim itu, ia menambahkan bantuan ITS tidak hanya dalam keahlian di bidang kemaritiman, namun juga kepakaran di bidang perkapalan dapat dimaksimalkan melalui sinergi ITS, PT PAL, dan pemerintah.
Menanggapi permintaan itu, Rektor ITS Prof Joni Hermana kepada Antara menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan pakar kemaritiman terbaik kepada negara.
“Tentu, saya perlu bicara dengan pihak fakultas dan orang-nya agar ITS juga tidak kehilangan orang itu,” tukasnya.
(EDY M YA’KUB/ANT)