JAKARTA – Tim Ekonomi Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai tidak sensitif akan harga kebutuhan pokok masyarakat selepas pencabutan subsidi energi. Karena itu, perom-bakan atau reshuffle menteri bidang ekonomi harus dipercepat.
“Maka, reshuffle (perombakan) kabinet yang sudah diagendakan Presiden Joko Widodo sebaiknya dipercepat dengan merombak tim ekonomi kabinet,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Bidang Hukum dan Hubungan Antarlembaga Bambang Soesatyo, di Jakarta, Minggu (3/5).
Perombakan kabinet, jelasnya sangat penting lantaran popularitas pemerintah tengah merosot. Dia mengutip sebuah survei menyebut sekitar 66,6 persen publik tidak puas pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi karena melambungnya harga komoditas kebutuhan pokok, gas, listrik, serta naik-turunnya harga bahan bakar minyak.
Dia juga menuturkan, para menteri ekonomi Jokowi dinilai tidak mampu me-lakukan penyesuaian ritme kerja setelah presiden mengubah kebijakan subsidi energi.
Perubahan mendasar yang dampaknya langsung dirasakan rakyat, menurut dia, yakni membiarkan harga eceran bahan bakar minyak mengikuti mekanisme pasar. Akibatnya, masyarakat merasakan dampak yang signifikan karena kebijakan itu menyentuh harga kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan yang bisa turun naik kapan saja.
“Seharusnya, dalam situasi seperti itu, pemerintah tidak boleh diam saja. Pemerintah sebagai regulator harus hadir di pasar untuk menstimulasi harga dan pasokan agar segala sesuatunya terkendali dan terjangkau oleh rakyat kebanyakan,” ujarnya.
Oleh karena itu, politisi Golkar itu menyarankan presiden Joko Widodo sebaiknya segera membentuk tim ekonomi yang kuat.
“Selain fokus pada proyek-proyek besar di bidang infrastruktur, tim ekonomi itu secara konsisten harus peduli isu kebutuhan pokok,” tukasnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Nasional Alumni Ikatan Senat Mahasiswa Seluruh Indonesia (PENA ISMSI) menilai enam bulan berjalan, program yang dicanangkan oleh Pemerintahan Jokowi-JK tidak berjalan maksimal. Salah satu faktornya adalah masuknya beberapa orang dalam kabinet yang dinilai tidak mempunyai kemampuan maksimal dalam menjalankan program kementeriannya.
“Semua orang pasti tahu, bahwa sebagian besar para menteri tidak tahu apa yang mesti mereka lakukan untuk mengemban amanah itu, terbukti dari program yang mereka canangkan hanya bisa dipresentasikan melalui garis globalnya, mereka tidak memberikan spesifikasi soal gambaran teknis seperti apa sehingga tidak ada parameter sama sekali soal kinerja tersebut,” tegasnya.
Ia menjelaskan, ketidakmampuan para menteri tersebut dalam menjalankan program karena memang latar belakang disiplin bidang dan minim pengalaman di bidang tersebut.
“Bagaimana mau kerja, disiplin bidang saja beda, belum lagi miskin pengalaman di kementerian yang mereka tempati, maka sangat beralasan juga jika pernya-taan mereka sering asbun (asal bunyi)” kata Fuad.
(GAM)