
BANGKALAN – Menjamurnya pedagang batu akik berpengaruh terhadap kondisi areal yang mereka gunakan untuk berjualan. Sedikitnya 33 pedagang yang tergabung dalam paguyuban batu akik menolak pemindahan berjualan yang ada di kawasan Pecinan, Kota Bangkalan. Tempat berjualan tersebut dinilai tepat untuk mencari nafkah, meski kondisi yang terjadi mengganggu pengguna jalan, yang digunakan untuk berjualan akik berupa trotoar. Kabar yang mencuat para pedagang akan direlokasikan ke kawasan terminal Bancaran. Namun, rupanya hal itu masih belum ada kejelasan.
Ketua Paguyuban Batu Akik Bintang Katulistiwa, Fathur Rohman menginginkan, rencana pemerintah untuk merelokasi pedagang akik harus dibarengi tempat yang representatif. Sebelum dipindah harus ada sosialisasi dari pemerintah daerah (Pemda). Apalagi, penjual batu akik di kawasan Pecinan sudah ada sejak lama. Sebab, relokasi juga akan membawa dampak pada penghasilan mereka.
“Pernah disuruh pindah secara persuasif oleh Satpol PP, alasannya trotoar merupakan fasum. Lebih tepatnya, pemda ketika melarang harus dibarengi solusi bagi pedagang, karena mereka berjualan bukan baru-baru ini saja. Adanya fungsi pemerintahan kan biar ada yang memfasilitasi,” ungkapnya.
Pada prinsipnya, mereka tidak menolak relokasi yang digaungkan pemda, tetapi harus matang secara perencanaan agar pengaruhnya bisa berkelanjutan. Sebab, jika kemudian dipindah, tetapi tak menghasilkan bagi para pedagang otomatis akan berpengaruh terhadap pedagang. Oleh karena itu, butuh sosialisasi dan musyawarah bersama agar para pedagang menerima rencana relokasi.
Menurutnya, kalau tempat yang baru sepi pelanggan, otomatis akan ditinggal. Apalagi, penjual batu akik berasal dari daerah yang berbeda-beda. Tempat penjualan yang terletak di Jantung kota dirasakan lebih tepat. Sebab, seluruh masyarakat bermuara pada tempat itu. Misalnya, di kawasan Stadion Bangkalan yang telah menjadi ikon Bangkalan.
Dirinya pun tidak menampik, saat ini ada tempat milik swasta yang difungsikan untuk berjualan batu akik yang terletak di kawasan Bilaporah Socah, tetapi hanya sebagian saja pedagang yang berjualan di kawasan itu. Namun, jika tempat itu menjadi pilihan para pedagang tak jadi persoalan yang terpenting para pedagang bisa guyub dan menjadi satu.
“Ketika pemda bisa memfasilitasi di jantung kota, kami yakin lebih pas. Jadi pedagang yang berasal dari daerah yang berbeda langsung datang di situ. Sebab, pada intinya, seluruh pedagang batu akik harus guyub jadi satu agar tidak terpecah-pecah,” ungkapnya.
Selain itu, dirinya juga berpendapat agar pemda bisa membuat konsep tempat wisata yang terintegrasi. Pihaknya mengaku pernah melakukan hearing dengan DPRD terkait masalah pedagang akik. Konsep yang ditawarkan menjadikan kawasan terintegrasi antara Kota, kecamatan Socah dengan kecamatan Kamal. Namun, hingga saat ini masih belum ada tindak lanjut.
Saat dikonfirmasi, Kepala Satpol PP! Moh Fachri menyampaikan, pemindahan pedagang batu akik masih belum ada. Sebab, sampai saat ini masih dalam batas koordinasi. Namun, dirinya pernah menyarankan agar pedagang bisa berjualan di kawasan Bilaporah kecamatan Socah, tempat penjualan batu akik milik swasta. Apalagi, sudah ada koordinasi dengan pemilik tempat.
“Belum ada rencana pemindahan. Namun, kami pernah koordinasi dengan pemiliknya H Abdul Karim, agar pedagang batu akik bisa berjualan di tempatnya. Pemilik tempat juga mempersilahkan,” jelasnya.
Untuk sementara, pihaknya mengaku tidak apa-apa berjualan di kawasan Pecinan, asalkan pedagang tertib. Jangan menggunakan seluruh akses trotoar, sembari menunggu tempat yang lebih nyaman untuk digunakan oleh pedagang. Pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Disperindag terkait masalah tersebut, dimana tempat yang representatif bagi pedagang.
“Kita juga akan berkoordinasi dengan para pedagang. Informasinya ada dua paguyuban batu akik, kami akan musyawarahkan terlebih dahulu sebelum dipindah,” paparnya.
(MOH RIDWAN/RAH)