
JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap Bupati Tapanuli Tengah nonaktif, Raja Bonaran Situmeang (RBS) . Majelis hakim menilai, Bonaran terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar terkait sengketa perkara Pilkada Tapanuli Tengah tahun 2011.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa RBS berupa pidana penjara selama empat tahun pidana, denda sejumlah Rp 200 juta. Apabila tidak bisa digantikan maka diganti dua bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim Muchammad Muchlis saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Senin (11/5).
Selain itu, majelis hakim menganggap Bonaran telah terbukti menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 1,8 miliar untuk memenangkannya dalam Pilkada Tapanuli Tengah. Bonaran dinyatakan terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor.
Tak hanya itu, JPU pun menuntut Bonaran dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama delapan tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Namun, Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan JPU tersebut. Pasalnya, menurut Majelis Hakim, hak dipilih dan memilih adalah hak yang melekat dalam diri seseorang.
Usai divonis Majelis Hakim yang dibacakan secara bergantian, Bonaran maupun JPU menyatakan akan memikirkan terlebih dulu sebelum mengajukan banding. “Pikir-pikir yang mulia,” ujar Bonaran.
Vonis yang didapat Raja Bonaran lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, JPU menuntut Raja Bonaran dengan enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair empat bulan penjara.
Kendati vonis Bonaran lebih ringan dari tuntutan, KPK tak mau buru-buru memutuskan banding terkait vonis ringan Bonaran Situmeang. “Masih pikir-pikir,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (11/5).
KPK masih harus mendiskusikan putusan Pengadilan Tipikor itu. Sebelumnya, Bonaran dituntut enam tahun penjara plus denda Rp600 juta. “Nanti jaksanya lapor dulu ke pimpinan KPK. Tapi putusannya sudah 2/3 dari tuntutan,” imbuh Priharsa.
(GAM/ABD)