
JAKARTA – Pimpinan DPR menggelar rapat konsultasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mendagri Tjahjo Kumolo untuk membahas kelanjutan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU no 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Namun pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu gagal mencapai kesepakatan terkait revisi UU tersebut.
“Kami belum bisa memberikan jawaban, saya harus duduk dan menyampaikan kepada KPU sebagai mitra kami. Demi kepentingan pilkada ini berjalan dengan lancar. Jangan sampai ada celah mengganggu pelaksanaan pilkada,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo usai rapat konsultasi dengan pimpinan DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5).
Seperti diketahui, pikada serentak semakin dekat. Namun revisi terbatas UU, hingga kini masih tersendat. Persetujuan pemerintah diakui sebagai satu-satunya pagar penghalang revisi UU ini.
Kendati demikian, Tjahjo akan melaporkan isi pertemuannya ke KPU selaku pihak penyelenggara karena Ketua KPU Husni Kamil Manik tak hadir dalam pertemuan tersebut. Setelah itu, ia juga akan melaporkan pertemuan tersebut ke Presiden Joko Widodo.
“Saya janji segera saya akan lapor kepada bapak presiden. Mungkin kami akan usul ada rapat kabinet terbatas juga kalau nanti ketua DPR akan konsultasi dengan presiden itu hak penuh ketua DPR yang juga adalah mitranya Presiden, mitranya pemerintah. Saya kira silakan pada pak ketua,” kata dia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menambahkan tak menutup kemungkinan pimpinan DPR akan menggelar rapat konsultasi dengan Presiden membahas hal ini. Sebab, polemik revisi Pilkada ini harus cepat diselesaikan sebelum masa sidang kembali dimulai pada minggu depan. “Kita sepakat untuk bisa melakukan rapat konsultasi lain dengan presiden terhadap masalah ini dan juga sejumlah masalah lain yang ada spt masalah legislasi dan masalah program-program kerja pemerintah,” tukasnya.
Sebelumnya, KPU mengisyaratkan menolak wacana revisi UU Pilkada karena akan menganganggu tahapan demi tahapan yang sudah dikerjakan KPU.
Namun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan penolakan KPU terkait revisi UU Pilkada berpotensi membuat lembaga penyelenggara pemilu itu digugat oleh berbagai pihak. Sebab, KPU hanyalah sebagai penyelenggara, bukan sebagai peserta pilkada.
Bahkan, kata Fahri, penolakan dari KPU tersebut sebagai langkah yang curang karena tak mau mengindahkan masukan dari partai politik yang ingin UU Pilkada direvisi. “Ini kan akan bahaya, kalau ibarat tanding pesertanya ini nggak bagus, ini curang peraturannya, ya nanti ujung-ujungnya akan ada sengketa yang tidak ada jalan keluarnya. Kalau dari awal pesertanya sudah nggak sepakat dengan aturan main ya nanti ujung-ujungnya sengketa dan berdarah-darah,” kata Fahri.
Lebih jauh, Wasekjen DPP PKS ini menyebut sikap KPU menolak revisi UU Pilkada sebagai langkah yang terlalu jauh. Sebab, KPU seakan memiliki wewenang sepenuhnya untuk mengatur pilkada.
“KPU ini kan kadang-kadang merasa lebih berhak, menginterpretasikan dan lebih berhak mengatur dari pada para peserta sendiri. Padahal dulu KPU adalah perwakilan partai politik, sekarang aja kan jadi kayak begini,” pungkasnya.
(GAM/ABD)