
BANGKALAN – Eksekusi penutupan Gudang Penyangga Pupuk (GPP) PT Pupuk Kaltim pada Jumat (29/5) di Bangkalan dan Gudang Induk di Kalianak Surabaya, menyingkap adanya dugaan peredaran pupuk urea bersubsidi palsu. Untuk penyelidikan lanjutan pihak Polrestabes Surabaya terpaksa menyegel gudang dan menyebabkan petani resah karena kebutuhan pupuk urea bersubsidi cukup tinggi di musim tanam (MP) kedua ini. Bahkan, yang menjadi korban petani di Bangkalan, karena gudang penyangga yang berada di desa Keleyan juga ditutup.
Meski petani telah melakukan aksi dan meminta gudang pupuk yang disegel segera dibuka pada 3 Juni lalu, agar pupuk urea bersubsidi di dalamnya segera didistribusikan. Namun, hal itu tak tidak bisa secepatnya dilakukan. Sebab, Polrestabes melakukan penyegelan gudang karena ada dugaan pelanggaran Pasal 37 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Konsekuensi pelanggaran pada pasal tersebut selanjutnya diatur pada pasal 60 huruf f. Yakni peredaran pupuk yang tidak sesuai label.
Label yang dimaksud dalam dugaan polisi adalah terkait nomor pendaftaran. Pada kemasan Pupuk Urea Bersubsidi yang dibuat oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) Group tertera No. Pendaftaran: Pr.982/DEPTAN-PPI/XI/2009. Nomor Pendaftaran tersebut adalah nomor untuk produk Pupuk Urea Granul Daun Buah produksi PT Pupuk Kaltim. Namun nomor tersebut dipasang di kemasan Pupuk Urea Bersubsidi Pemerintah PT Pupuk Indonesia (Persero) Group.
“Dengan demikian berarti ada dugaan pupuk Urea Bersubsidi yang disegel dalam GPP PT Pupuk Kaltim di Bangkalan palsu, karena tidak memiliki nomor pendaftaran,” kata Humas Serikat Tani Mandiri, Nur Rahmad Akhirullah, kemarin (7/6).
Pihaknya menilai, pupuk Urea Bersubsidi tersebut sudah tak punya nomor pendaftaran sejak 2012 lalu. Jadi setelah 2012 itu pupuk urea bersubsidi yang beredar dan dipakai petani diduga kuat tak memiliki standar mutu yang jelas. Sebab nomor pendaftaran akan dikeluarkan setelah proses standarisasi mutu. Jadi, saat ini pun pupuk Urea bersubsidi PT Pupuk Indonesia (Persero) Group masih belum punya nomor pendaftaran.
Oleh karena itu, ada pelanggaran UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian. Khususnya pelanggaran pasal 117 ayat (3) tentang pemenuhan dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang perindustrian terkait spesifikasi teknis produk. Sebab nomor pendaftaran pupuk akan dikeluarkan setelah ada uji mutu atau uji spesifikasi teknis pupuk tersebut. Pelanggaran atas UU tersebut telah diatur dalam pasal ketentuan pidana.
Selain itu, dalam kasus tersebut juga tercium adanya praktek korupsi berkaitan peredaran pupuk bersubsidi yang Nomor Pendaftarannya ternyata milik produk lain. Pihaknya minta supaya Polri, KPK, BPK, Kejagung mengusut kasus ini. Sebab, nilai subsidi untuk pupuk pada 2015 dalam APBN diketahui sebesar Rp 35,7 triliun.
Pihaknya juga meminta, kasus ini segera diselesaikan secara terbuka. Termasuk menuntut pertanggungjawaban produsen pupuk dan pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan pupuk urea di MP2 ini. Selanjutnya, pihaknya akan melakukan kajian mendalam untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran UU Sistem Budidaya Tanaman dan UU Perindustrian.
“Ada kemungkinan pupuk yang disegel Polrestabes adalah pupuk palsu dari produsen lain. Sebab, kami ragu sebagai produsen pupuk terbesar di Indonesia, PT Pupuk Indonesia (Persero) Group teledor dalam urusan krusial seperti nomor pendaftaran produk pupuk. Jika benar ada pemalsuan dilakukan oleh produsen lain, mohon pihak berwenang segera mengusut tuntas karena petani telah banyak dirugikan,” pintanya.
(MOH RIDWAN/RAH)