SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep melarang nelayan membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi penyalahgunaan BBM yang akhir-akhir ini sering terjadi di perairan kabupaten ujung timur Pulau Madura.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumenep, Moh. Jakfar menjelaskan, berdasarkan hasil konsultasi yang dilakukan dengan pihak Pertamina perwakilan Madura, semua nelayan diminta tidak melakukan pembelian langsung BBM bersubsidi jenis solar kepada SPBU.
Menurutnya, saat ini di sejumlah tempat sudah disediakan solar packed dealer nelayan (SPDN). SPDN dibentuk untuk membantu Pertamina menyalurkan solar khusus nelayan. ”Jadi, setelah kosultasi memang nelayan tidak diperkenankan untuk membeli BBM ke SPBU. Karena di Sumenep saat ini sudah ada SPDN,” katanya.
Jumlah nelayan yang sudah tercatat di DKP diperkirakan mencapai sebanyak 8 ribu lebih. Sedangkan SPDN yang telah beroperasi saat ini hanya sekitar 6 titik, di antaranya di Pelabuhan Cangkarman, Kecamatan Bluto; Pelabuhan Gersik Putih, Kecamatan Kalianget; Desa Beluk Raja, Kecamatan Ambunten; Desa Legung, Kecamatan Batang-Batang; dan Desa Lobuk, Kecamatan Dungkek.
Menurut pria asal Pulau/Kecamatan Sapeken itu, jika kuota di masing-maisng SPDN tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nelayan, Pertamina berjanji menambah kuota. Sementara apabila kuota tambahan tetap tidak mencukupi, nelayan bisa membeli BBM langsung ke SPBU.
Sementara pembeliannya melalui kelompok nelayan. Setiap kelompok nelayan harus mendapatkan rekomendasi dari DKP. Sementara surat rekomendasi itu bisa dikeluarkan oleh DKP apabila sejumlah nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan itu mengajukan permohonan pembelian BBM ke DKP. Pengajuan tersebut dilakukan oleh ketua nelayan dengan dibuktikan surat identitas yang masih berlaku, seperti kartu tanda penduduk (KTP). Selain itu, surat permohonan tersebut juga harus mendapat rekomendasi dari kepala desa.
”Aturannya memang seperti itu. Jadi, apabila di satu kecamatan masih belum ada SPDN, maka kami dianjurkan untuk memberikan rekomendasi ke SPDN terdekat,” ungkapnya, Rabu (28/10).
Untuk kuota yang akan diberikan kepada nelayan yang mengajukan permohonan pembelian BBM, akan disesuiakan dengan kondisi perahu. Sebab, masing-masing perahu kebutuhan BBM-nya tidak sama.
”Kapasitas mesin setiap perahu itu tidak sama. Ada yang berkapasitas 16 PK, dan juga ada yang berkapasitas 24 PK. Ada pula satu perahu itu menggunakan mesin sampai tiga unit dan ada pula yang menggunakan dua unit. Jadi, semakin besar kapasitasnya tentunya kebutuhan BBM juga semakin banyak,” terangnya.
Sementara untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan, DKP mengeluarkan rekomendasi setiap satu bulan sebanyak dua kali. ”Rekom itu kami keluarkan per setengah bulan dengan masa kerja selama 12 hari,” tukasnya.
(JUNAIDI/MK)