MENDAYUNG KENANG
(kepada Karnila)
Laut teduh kembali
Seteduh pertemuan kita
Setelah jarak dan waktu melangkaui
Tak ada badai menerpa
Dan kini coba mendayung kenang
Dengan perahu gading riang
Saat kita bermanja dengan liuk tari
Malu-malu menatap sinar
Dipentas-pentas tujuhbelasan
Aku ikat ingat di alismu
Bersusun rupa pelangi
Agar dapat tarik rasa rindu
Aku tambat kenang di marahmu
Yang gemetar di bibir
Agar dapat labuh rasa sendu
Kau tahu?
Bandul, 24 Mei 2014
DI PUCUK SENJA
Apa lagi yang kau tatap di pucuk senja?
Jauh menyingkap ufuk
Dari sudut pintu bersila ruang zikir
Menjengah matahari menghilang diri
Di sanalah Tuhan sempurnakan hari
Jadi rembang
Apa lagi yang kau rajuk di pucuk senja?
setelah berkebat waktu terjarah
hingga mencecah rembang
Kau hujah dengan lalai dan kelupaan
Di sanalah sesal menyepuh diri
telah kelam
Apa lagi yang kau ratap di pucuk senja?
Sekian lama membenci kelam
Kealpaanpun buat menyumpah malam
Jiwa gigil gamang akan kegelapan
Di sanalah takut menyentap hati
Jadi malam
Sembilu apa yang kau tusuk di pucuk senja?
Setajam dendam kau tanam
Beriring angin siang yang pesing
Keris itupun menusuk ke jantung matahari
Di sanalah riuh menghenyuh
Jadi tiada
Apa lagi yang hendak kau sangkal di pucuk senja?
Menjerat bulan hingga tak menjadi malam?
Atau menyekap api menjadi matahari?
Di sanalah angkuh mengubur diri
Jadi mati
Bandul 11 Maret 2015
Jasman Bandul, lahir di Bandul, (Riau) 10 Juni 1984, Beberapa puisi pernah terbit dibeberapa media cetak. Beberapa sajaknya juga termaktub dalam beberapa antologi puisi: Bendera Putih Untuk Tuhan, dan “Puti Bungsu”. Saat ini bertugas sebagai tenaga pengajar di SMA N 1 Tasik Putri, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dan aktif mengelola komunitas sastra (Komunitas Gemar Menulis) Kec. Tasik Putripuyu.