Ketika matahari menyinari bumi dengan panasnya yang begitu dahsyat menyengat kulit, Pak Radiman dan Pak Rahmat berkeliling ke rumah-rumah warga mencari donatur untuk pembangunan masjid di kampung mereka. Masjid yang akan direnovasi membutuhkan dana sekitar dua puluh juta rupiah. Ada sebagian warga kampung yang memberi tanpa basa-basi, ada pula yang berbelit-belit untuk menyumbangkan sebagian uangnya.
Upaya pencarian donatur ini dilakukan setiap hari oleh Pak Radiman dan Pak Rahmat dan dibantu warga lain. Hingga pada suatu ketika, beliau menemui seorang pedagang kaya raya yang bernama Pak Sadikin. Keduanya menyampaikan maksud kedatangannya dan menceritakan rencana merenovasi pembangunan masjid. Pak Radiman sangat berharap mendapatkan bantuan dana yang besar dari pedagang kaya ini. Namun, Pak Sadikin malah membentak-bentak mereka dan tidak memberi uang sepeserpun untuk menyumbang dana ke masjid. Segera kedua bapak tadi pulang dan mencari donatur lain.
Di sepanjang jalan, mereka membicarakan sikap Pak Sadikin yang sombong itu.
“Dasar orang kaya. Sombong,” kata Pak Radiman.
“Betul sekali. Tidak memberi sumbangan sepeserpun masih membentak,” tanggap Pak Rahmat.
“Semoga saja dia…,” kata Pak Radiman.
“Eh.. sudahlah… jangan dilanjutkan. Tidak boleh nyumpahi orang sembarangan…,” cegah Pak Rahmat agar temannya tidak melanjutkan perkataan kotornya.
Tanpa berkata lagi, mereka melanjutkan perjalanan. Hingga sampailah pada suatu rumah yang tak semegah rumah Pak Sadikin. Rumah itu milik seorang ustadz. Segera keduanya menemui ustadz Aqil, pemilik rumah ini dan menyampaikan misi seperti yang sudah dilakukan kepada warga lainnya. Dengan senang hati Ustadz Aqil menandatangani dan menuliskan dana sumbangan sebesar sepuluh juta rupiah. Alangkah senangnya kedua bapak tadi melihat kelapangan dan keikhlasan Ustadz Aqil. Mereka sangat berterima kasih kepadanya. Kemudian mereka pulang.
Malam hari, setelah sholat Isyak berjamaah di masjid, mereka berkumpul dengan bapak-bapak lain yang belum pulang. Salah satu di antara mereka menanyakan berapa banyak dana yang sudah terkumpul. Pak Rahmat menyebutkan sejumlah rupiah yang telah didapatkan hari ini. Kemudian disusul dengan cerita Pak Radiman yang menyebutkan nama Ustadz Aqil dan Pak Sadikin. Dua orang terkaya dan disegani di kampung tersebut.
“Pak Sadikin, pedagang kaya itu tidak mau memberi sumbangan untuk pembangunan masjid kita,” kata Pak Rahmat.
“Beda halnya dengan Ustadz Aqil, beliau menyumbang satu juta rupiah,” lanjutnya.
Semua warga kaget mendengar cerita keduanya. Ustadz Aqil menyumbang sampai sebanyak itu? padahal beliau tidak sekaya Pak Sadikin. Sementara Pak Sadikin enggan memberikan sebagian kecil hartanya yang berlimpah.
“Ustadz Aqil? Subhanallah… betapa mulianya beliau, keikhlasannya sungguh luar biasa,” kata salah seorang di antara mereka.
“Betul sekali, Pak. Beliau sangat percaya bahwa sedekah akan semakin melimpahkan rezekinya,” jawab salah satu warga lain dan disepakati semua warga yang berkumpul.
“Kalau begitu setiap hari kita datangi lagi rumah beliau dan rumah-rumah lain yang mau menyumbang. Siapa tahu rezeki mereka bertambah setiap hari,” lanjut Pak Rahmat.
“Amin…,” jawab serentak warga.
Esok harinya, Pak Rahmat dan Pak Radiman mendatangi kembali rumah Pak Sadikin. Mereka mengulangi hal yang sama. Yaitu meminta dana untuk pembangunan masjid. Hal yang sama juga dilakukan oleh pedagang kaya itu. Tidak menyumbang dana sepeserpun. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Namun sebelum pulang, mereka melihat kiriman barang-barang berharga dimuat oleh truk besar ke rumah Pak Sadikin. Tak berhentinya mereka berpikir, orang yang pelit dan kikir rezekinya melimpah setiap hari.
Setelah dari rumah Pak Sadikin, mereka mendatangi kembali rumah Ustadz Aqil yang berdekatan dengan pedagang kaya itu. Hari ini Ustadz Aqil menyumbangkan dana lebih banyak daripada kemarin. Yaitu sebesar lima juta rupiah. Kaget bukan main. Kedua bapak yang bertugas memintai dana ini benar-benar mengherani sikap Ustadz Aqil. Namun sebelum pulang, mereka tidak mendapati rezeki nyata yang datang ke rumah Ustadz Aqil seperti yang sudah ditemui dirumah Pak Sadikin. Terlihat rezeki Ustadz Aqil biasa-biasa saja. Padahal beliau tampaknya lebih banyak sedekahnya dibanding pedagang kaya tadi.
Untuk yang ketiga kalinya, mereka melakukan hal yang sama. Meminta sumbangan dana ke rumah Pak Sadikin dan hasilnya sama saja. Tak mendapatkan apa-apa. Kemudian mendatangi rumah Ustadz Aqil disebelahnya. Ternyata hari ini, Ustadz Aqil memberikan sepuluh juta rupiah. sungguh mengharukan. Ustadz ini tidak pernah perhitungan soal sedekah. Semua warga yang mengetahui hal ini mengagumi beliau.
Kini, semua dana yang dibutuhkan sudah terkumpul, yaitu sekitar dua puluh juta rupiah. Akhirnya pembangunan renovasi masjid ini dimulai.
Satu bulan kemudian, masjid sudah selesai direnovasi. Indah dan megah. Semua warga tampak bahagia. Bahkan mereka semakin ramai berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah sholat berjamaah di masjid.
Pada malam hari setelah sholat berjamaah, Pak Radiman manaiki mimbar dan mengucapkan terima kasih banyak kepada semua warga terutama Ustadz Aqil yang paling banyak sumbangsihnya untuk renovasi masjid ini di depan jamaah yang lain.
Kemudian Ustadz Aqil berdiri dan berkata”Para jamaah sekalian! seharusnya Anda semua tidak berterima kasih kepada saya. Karena sebenarnya yang telah memberikan sumbangan dana seluruhnya sebesar enam belas juta rupiah itu adalah Pak Sadikin. Dia meminta saya untuk memberikan dana ini kepada Pak Rahmat dan Pak Radiman tanpa seorangpun yang tahu. Maka berterima kasihlah kepadanya.”
Subhanallah! Betapa kagetnya para jamaah sekalian mendengar apa yang disampaikan oleh Ustadz Aqil. Hanya karena ingin bersedekah samar tanpa sepengetahuan orang lain, Pak Sadikin rela menjadi bahan perbincangan warga kampung dan mendapat julukan si sombong. Sejak saat itulah, semua warga merasa bersalah menilai seseorang dari luarnya saja. Akhirnya mereka meminta maaf kepada Pak Sadikin
Selesai.
Cerpen: Shofwatul Khairiyah
Lahir di Sumenep, 27 November 1996. Novel yang dihasilkan adalah Bendera Kuning Ketua OSIS (2016). Saat ini Shofwa sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Malang