Ketua Cabang HMI Sumenep, Hanafi
SUMENEP, KORAN MADURA– Polemik dua kafe yang sempat memanas membuat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Sumenep angkat suara. Kata HMI, langkah penegak perda itu merupakan langkah yang perlu didukung oleh semua pihak. Bahkan memang sudah selayaknya kafe-kafe yang jadi tempat pesta miras dan praktik prostitus itu ditutup sejak dulu.
“Karena kafe-kafe itu sudah jauh berseberangan dengan cita-cita luhur masyarakat Sumenep yang agamis, menghormati nilai-nilai leluhur budaya, dan adat istiadat. Oleh karena itu, saya mendukung langkah Pemkab dalam menutup dua kafe secara permanen itu,” kata Ketua Cabang HMI Sumenep, Hanafi.
Menurut Hanafi, kafe-kafe semacam itu tak boleh hidup di Kota Sumekar. “Karena Sumenep itu masuk kategori kota Santri, pesantren-pesantren tersebar di pelosok. Jadi, kurang etis, pulau yang agamis menjadi tempat prostitusi dan pesta miras. Mau jadi apa Sumenep kalau kafe semacam itu tumbuh subur di Kota Sumekar,” jelasnya.
Alumnus PP Annuqayah itu meminta agar Pemkab Sumenep bertindak tegas jika diketahui ada Kafe yang membuka pintu untuk praktek prostitusi, dan dijadikan tempat pesta miras, sebab jika Pemkab Sumenep tidak peka, generasi Sumenep ke depan bakal menjadi generasi yang marjinal.
Hanafi menegaskan bahwa Satpol PP sebagai pelaksana teknis dari perda tidak boleh takut. Sebab para ulama, termasuk ormas-ormas Islam dan OKP seperti NU, Muhammadiyah, GP. Anshor, KNPI, IPNU, PMII dan OKP lainnya pati juga kan memprotes keras keberadaan kafe remang-remang. ”Sungguh keliru jika Pemkab Sumenep membiarkan kondisi ini” katanya menambahkan.
HMI dengan tegas menyatakan bahwa jika Pemkab tidak tegas menindak kafe remang-remang, pihaknya akan mengirimkan melayangkan surat protes untuk meminta Bupati, Wakil Bupati dan Satpol PP sebagai penegak Perda untuk melakukan eksekusi jika kafe remang-remang masih ada. (SOE, red.)