
Penulis : Haruki Murakami
Cetakan : I, April 2016
Penerbit : Bentang
Tebal : vi+198 halaman
ISBN : 978-602-291-086-2
Lakon hidup seorang pelari ibarat penganut agama yang rutin melaksanakan ritual ibadah. Seperti salat lima waktu dalam sehari. Seperti pergi ke Gereja setiap minggu sekali. Sama-sama bermodal keihlasan, dilakukan secara ajeg dan telaten, hingga bermuara pada ketenangan atau kebahagiaan ragawi-rohani. Barangkali demikianlah yang dirasakan Haruki Murakami, penulis kondang asal Jepang yang berulang kali digadang-gadang meraih Penghargaan Nobel Kesusastraan. Pengalaman Murakami melakoni hidup sebagai “novelis pelari”, uraian pendapat, kesan, dan tanggapan atas jagat lari dituangkan secara apik dalam buku What I Talk About When I Talk About Running (2016).
Jalan hidup Murakami berkelindan dalam urusan lari-berlari. Awal mula ia memutuskan menjadi seorang penulis adalah tatkala matanya merekam gerakan John Dave Hilton, pemain baseball tim Yakult Swallows berlari dari base I menuju ke base II. Peristiwa itu seakan menggoda Murakami untuk “berlari” meninggalkan profesi lamanya sebagai pengelola kelab Jazz di dekat Stasiun Setagaya. Lari tak kenal lelah untuk mendapatkan poin dalam baseball mewahyui Murakami memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menulis novel.
“Terkait keputusanku untuk hidup sebagai penulis professional, aku menghadapi masalah, yakni bagaimana mempertahankan kebugaran tubuh,” tutur laki-laki kelahiran Kyoto, 12 Januari 1949 tersebut (hal. 40). Murakami menjadi mudah capek dan gampang gemuk. Ia juga jadi kebanyakan merokok. Dalam sehari mampu menghabiskan 60 batang rokok, yang konon mampu membantunya berkonsentrasi dalam menulis. Tempo kuku-kukunya mulai menguning dan badannya berbau asap rokok, Murakami insaf pola hidupnya tidak sehat. Ia pun mencari cara untuk mempertahankan kebugaran tubuh dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Pilihannya jatuh pada olahraga lari.
Sampai buku What I Talk About When I Talk About Running ini terbit, Murakami telah mengikuti 25 lomba maraton, 1 lomba ultramaraton, dan beberapa lomba triatlon di berbagai belahan dunia. Bahkan, kehidupan Murakami sebagai seorang “novelis pelari” akhirnya menarik majalah yang sangat populer di kalangan pelari Amerika, Runner’s World untuk memuat kisah hidupnya. Dari berlari Murakami memperoleh latihan untuk fokus dan berdaya tahan kuat tatkala harus menulis novel yang panjang dan menahun proses penggarapannya. Dari berlari Murakami justru belajar menjadi manusia berwatak terbuka ketika mengikuti lomba yang memaksanya bertemu dengan banyak orang. Dari berlari Murakami merasakan kebahagiaan dan kepercayaan diri akan tekad dan kemampuan yang ia miliki. Ia akan terus berlari. [*]
Oleh: Hanputro Widyono
Kontributor buletin khusus resensi “Bukulah”