PAMEKASAN | koranmadura.com – Perebutan hutan lindung di Dusun Trokem, Desa Majungan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, terus berlajut. Padahal sengketa ini sudah inkrach secara perdata melalui putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, pada 2003 lalu.
Hutan lindung seluas 110,2 haktere ini merupakan lahan milik Perhutani Madura. Pada 1986 Perhutani menunjuk warga untuk menjaga hutan lindung dengan konpensasi bisa membuka tambak garam di lahan tersebut. Penunjukkan itu baru disahkan melalui akta notaris pada 2001.

Berdasarkan akta notaris, Perhutani menunjuk 28 warga yang dikoordinatori oleh Raji S Sipah (62). Meski sangeta itu sudah jelas dimenangkan warga, namun masih diusik oleh Syafii cs dan melaporkan Raji Sipah ke pihak kepolisian dengan tuduhan melakukan penyerobotan tanah.
Syafii cs ini merupukan perkumpulan 5 orang warga yang berasal dari Desa Padelegan Kecamatan Pademawu dan sebagian berasal dari Kabupaten Sumenep. Mereka memiliki sertifikat tanah di lahan Perhutan itu sejak 1997.
Raji S Sipah mengakui pihaknya dilaporkan tidak hanya satu dua kali oleh Syafii cs. Bahkan Raji sampai divonis bersalah oleh pengadilan. Setelah menjalani hukuman percobaan selama 8 bulan, Raji kembali dilaporkan dengan tuduhan yang sama, karena kembali menggarap lahan itu. Hukuman itu terpaksa dijalaninya kembali.
Pada 2015 Raji kembali dilaporkan untuk ketiga kalinya, namun kali ini bersama warga lain bernama Junid. Karena keduanya menggarap lahan itu, Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan akhirnya memutus Raji dan Junid bebas karena kegiatannya yang dilakukan dinilai tidak melanggar hukum, bukan penyerobotan tanah.
Memanasnya sengketa itu dipicu oleh pihak Perhutani yang enggan menindaklanjuti hasil putusan pengadilan ke kantor Badan Pertanahan (BPN) Pamekasan. Sebab BPN yang menerbitkan sertifikat tanah untuk Syafii cs hingga saat ini tidak mengajukan pembatalan sertifikat milik Syafii cs ke BPN.
“Masalah ini terus memanas karena Perhutani tidak mau mengajukan pembatalan sertifikat milik Syafii cs ke BPN. Jadi mereka (Syafii cs) tetap merasa punya dasar untuk melaporkan saya dan warga lainnya,” kata Raji S Sipah, Rabu (22/6).
Meski selama ini bolak-balik dilaporkan ke Polres Pamekasan, dengan tudingan penyerobotan tanah, namun Raji Pak Sipah tetap akan menggarap lahan tambak garam bersama 39 orang lainnya, di lahan tambak garam seluas 110,2 hektare di desanya. Alasannya, berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, tertanggal 21 September 2015, yang ditandatangani hakim tunggal Tito Eliandi, yang menyatakan, walau terdakwa (Pak Sipah.Red) memakai tanah tanpa izin, tetapi perbuatan itu bukan tindakan pidana. “Tetap kami akan menggerap lahan ini, karena sudah ada keputusan hukum yang jelas, tandasnya.
Kini masalah itu melebar. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan turut serta menintervensi. Salah satunya dengan terbitnya surat teguran dari Camat Pademawu kepada warga Trokem. Teguran itu berisi instruksi agar Raji dan warga lainnya menghentikan aktivitas penggarapan lahan yang disebut milik Syafii cs tersebut.
Bahkan sampai membuat Bupati Pamekasan Achmad Syafii turun tangan dengan menggelar pertemuan dengan pihak-pihak terkait beberapa waktu lalu. Namun pertemuan itu batal lantaran pihak pengadilan dan perhutani tidak hadir. Pertemuan itu lantas dibubarkan dan akan diagendakan kembali.
Sementara itu, Humas KPH Perhutani Suhartono belum bisa menganggapi masalah ini dengan alasan masih sakit. “Saya masih sakit. Mas, entar saja,” ucapnya. (RIDWAN/RAH)