PEREMPUAN MADURA BERBICARA
Halimah masih menikmati harum tanah lahirnya yang basah dari cerita ceria, bu
Biarkan dia tertawa, menangis, bersorak, jungkir-balik, dengan kawannya yang paham pada sebuah isyarat percakapan yang tak dapat kita cerna
Jangan rampas jiwanya
Sebab budaya yang kau junjung tinggi sebagai penyelamat martabat keluarga
Sudah meriah taman kota dan jalanan meski di desa
Bukan lagi masa kunang-kunang beterbangan dan hinggap di jendela sebagai penghias ruang sepi kita
Lampu berwarna, jalanan beraspal, dan perempuan mahal
Halimah masih muda, bu
Lupakan isyarat tetangga, tentang perawan tua dan perempuan tak punya harga
Madura, 2016
MENANTI KEPULANGAN
Hujan jatuh diam-diam di halaman rumahmu
Membasahi luka-luka yang mengering karena rindu
Ayah ibumu mengintip pelan dari sebuah jendela satu-satunya di rumahmu
Serupa engkau yang datang dari perantauan
Atau kabar tentangmu yang terhantar oleh angin dan angkasa
Ditutupnya kembali dengan penuh penyesalan, air mata mengalir lebih cepat dari hujan yang tiba berkali-kali
Gaduhlah keduanya dalam tangis yang maha
Rindunya telah menguasai tubuh jiwa rentanya
Sebuah penantian panjang dari usia ke usia selanjutnya
Kau juga belum datang-datang menjumpai rumah tua dan tubuh renta yang hendak menutup usia
Malang, 2016
Rara Zarary, pemilik nama asli Munawara. Gadis Madura yang terus berproses menjadi penulis baik di tanah rantauan. Penulis buku Menghitung Gerimis, Hujan Terakhir, juga Hujan dan Senja Tanah Rantau. Saat ini Rara sedang menikmati masa enjoy-nya karena baru selesai sarjana di Univ. Tribuwana Tunggadewi Malang setelah sekian tahun tercatat sebagai santri di PP. Annuqayah Sumenep, Madura.