Yang Punah Juga Kita
——–
Aku terbenam sendiri
Di kota Sodom dan Gomora yang
abadi:
——–
Malaikat kecil menangis
Dengan menunjuk ironi
Duduk di atas kursi kayu
Dan telegram masa lalu
———-
Murka:
Sang raja Mesopotamia “Nebuchadnezza”
Terbangun dari tidur
Komet berjatuhan di kotanya …
Yang rindang dengan taman gantung
Di balik lanskap jendela
Dia hilang melambai …
———-
Lalu aku buka mata
Kuhirup asap senja
Sayap burung dodo yang punah
Meminang air dalam kuil luka
———-
Waktu juga bergerak maju
Di kota Sodom dan Gomora
Aib telah datang
Meteor beterbangan ke atap gereja
Bagai api yang menanti
Asap dan puing jeritan
———
Yang punah juga kita
Menjelang tertutupnya
Sang-Mata
Menjadi cerita selanjutnya
Tanpa titik racun yang
Tenggelam, di tengah pusaran
yang melayang
Mengiris Matahari
Sungai mengiris matahari
Daun anipsotera berputar diri
Menunggu panah api
Terjun di atas gelombang.
Ada emosi atas dirimu
Yang berkilau nanah di mata
Tentang cinta
Atau butiran logam yang pulang
Kepada awan dan burung characteribus.
Lengkungan tangan patah
Rintik darah menghunjam arah
Angin dan ribuan doamu
Yang gagal menyatukan kita
Kebencian adalah arus yang kulalui
Pada senja dan pagi.
Kini sewaktu kanal berdiri
Kau berkata “pergilah dari janjiku”
Amarah menjadi beku
Urat-urat mata menangis lugu
Kepada sang-pegasus yang terjun
Di antara air dan suara bayangan.
Lepaslah diriku
Pada guguran pedangmu
Menghadap senja
Menantang cinta di antara matahari
Yang mati.
Menelan dosa
mengulum duka.
Oleh: Sultan Emriss dee Mirza Prayoga
Lahir di Kediri, 31 Mei 1992. Pengurus aktif Komunitas Masyarakat Lumpur Bangkalan sebagai sekretaris