PAMEKASAN | koranmadura.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merintis wajib belajar 12 tahun. Akan tetapi target ini tidak sepenuhnya tuntas di Kabupaten Pamekasan, Madura. Bahkan di Pamekasan program wajib belajar 9 tahun yang sudah bertahun-tahun diprogramkan masih belum sepenuhnya tuntas karena sebagai siswa tamatan sekolah dasar (SD) tidak melanjutkan ke sekolah menengah pertama (SMP).
Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan tidak mempunyai angka pasti anak yang putus sekolah. Disdik hanya memperkirakan terdapat 2 persen dari siswa tamat SD yang tidak melanjutkan ke jenjang sekolah di atasnya.

Penyataan itu disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdik Pamekasan, Moh Tarsun. Menurutnya, di Kabupaten Pamekasan terdapat 767 lembaga pendidikan setingkat SD. Terdiri dari 471 SD dan 296 Madrasah Ibtidaiyah, dengan rata-rata setiap tahun meluluskan 15 ribu siswa lebih.
Dari jumlah itu, diperkirakan rata-rata ada sekitar 300 siswa SD yang tidak melanjutkan ke sekolah di jenjang atasnya dalam setiap tahunnya. Kondisi itu disebabkan dari sejumlah faktor, salah satunnya rendahnya kesadaran pendidikan untuk menempuh pendidikan formal.
“Yang putus sekolah itu hanya sebagai kecil saja, karena sebagian besar yang tidak melanjutkan sekolah itu tetap menempuh pendidikan hanya saja dilalui di pondok pesantren saja tanpa sekolah formal. Kami kira capaian 98 persen wajib belajar 9 tahun itu sudah dalam kategori bagus,” kata Tarsun.
Sementara untuk pecapaian wajib belajar 12 atau diistilahkan pendidikan menengah universal juga masih jauh untuk mencapai target 100 persen, lantaran makin banyak yang putus sekolah, penyebabnya lingkungan yang kurang sadar penting pendidikan dan sebagian lagi memilih bekerja di luar daerah.
Dalam program menuju wajib belajar 12 tahun itu, terdapat pekerjaan berat yang dihadapi Disdik. Tingkat partisipasi siswa lulusan SMP untuk melanjutkan ke tingkat SMA, MA dan SMK masih dalam kategori rendah, yang mencapai angka 24 persen siswa dari siswa yang lulus SMP.
“Kalau sekarang masih rintisan, menuju rencana wajib belajar 12 tahun. Kalau nanti pemerintah sudah menetapkan wajib belajar 12 tahun, yang menjadi garapan kami itu 24 persen anak yang putus sekolah karena tidak melanjutkan atau putus ditengah jalan,” ungkapnya.
Tarsun mencontohkan, pihaknya pernah mendapati salah seorang anak yang masih usia sekolah sedang berjualan rujak buah di Jakarta. Setelah pihaknya berbincang-bincang dengan anak tersebut, ternyata berasal dari Kecamatan Proppo yang sengaja tidak melanjutkan pendidikan karena bekerja.
“Kalau secara pasti alasan tidak melanjutkan pendidikan kami belum tahu. Karena kami belum melakukan kajian itu. Tapi, perkiraan kami itu karena pengaruh lingkungan, ikut orang tua merantau. Ada juga yang sengaja bekerja diluar,” katanya. (ALI SYAHRONI/RAH)