SAMPANG | koranmadura.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur mencatat tunggakan retribusi sektor pasar di Kabupaten Sampang mencapai Rp 2 miliar. Kuat dugaan, ada yang tidak beres di lingkaran pengelola pasar dan para stakeholder terkait.
“Pengelolaan pasar itu sudah kacau sejak Bupati Pak Noer, Mas. Apalagi sekarang tunggakan retribusi pasar capai Rp 2 miliar, itu tidak asing lagi di telinga saya. Kita ambil contoh Pasar Srimangunan, data jumlah pedagang saja sudah mencurigakan jika dilihat dengan fakta sekarang yang pedagangnya membeludak,” ucap warga yang namanya enggan dipublikasikan kepada Koran Madura, Minggu (26/6).

Sementara Kepala Pasar Srimangunan Suroso mengatakan, pedagang yang ada di Pasar Srimangunan terdiri lapak dan kios. Untuk lapak di lantai 1 sebanyak 448 pedagang dan di lantai II sebanyak 289 pedagang.
Sedangkan untuk kiosnya di blok A lantai 1 dan II sebanyak 188 dan 182 kios. Sedangkan untuk blok B lantai I dan II masing-masing sebanyak 98 dan 94 kios, untuk blok C lantai I dan II yaitu 59 dan 127 kios.
“Selanjutnya di blok D sebanyak 30 kios. Dan blok E I dan II yaitu 30 dan 45 kios. Kalau ada orang (memiliki) data tidak sama, itu mungkin berada di area kios atau lapak yang tidak resmi, sedangkan untuk rest area itu sudah ada sebelum saya jadi pengelola,” kelitnya.
Dia mengaku, untuk tunggakan retribusi pasar telah berupaya semaksimal mungkin dengan menggandeng pihak Satpol PP. Hanya saja masih banyak pedagang yang masih mokong untuk melakukan pembayaran retribusi pasar. “Untuk penarikan retribusi kami sudah upayakan semaksimal mungkin,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (Dispendaloka) Sampang Suhartini Kaptiati mengaku, tingginya tunggakan retribusi di sektor pasar lantaran pedagang kebanyakan mokong dengan tetap memakai peraturan daerah (perda) yang lama.
Padahal, menurutnya, retribusi penggunaan kios di pasar menggunakan perda lama dengan perda baru tarifnya sangat berbeda. Sedangkan pada penghitungan pembukuan laporan keuangan, pemerintah daerah sudah menggunakan perda baru tentang tarif pengelolaan kios.
“Tidak jarang ditemukan pedagang sengaja tidak membayar dengan alasan berpatokan pada perda lama, yakni hitungannya setiap kios bukan pada panjang dan lebar kios,” kelitnya.
Sementara anggota Komisi II DPRD Sampang Sohibus Sulton meminta kepala pengelola pasar tidak main-main mengenai penarikan retribusi pasar. Bahkan, pihaknya meminta kepada Dispendaloka untuk tidak segan-segan memberikan reward bagi pengelola pasar yang berhasil melakukan penarikan tunggakan tanpa ada sisa. Dan sebaliknya, bagi pengelola pasar yang tidak sanggup, sebaiknya untuk dilakukan pemecatan.
“Selain dilakukan penarikan dengan menggandeng Satpol PP, kami minta Dispendaloka tidak segan-segan memberikan reward atau pemecatan kepada kepala pasar sebagai bukti kesungguh-sungguhannya untuk menjalankan amanatnya,” pintanya.
Sekretaris Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Tamsul menilai, besaran tunggakan sektor pasar yang hingga mencapai Rp 2 miliar dimungkinkan karena faktor pembiaran dari pihak eksekutif maupun legislatif selaku kontrol.
“Ini sama saja dibiarkan dan menjadi bukti ketidaktegasan Bupati Sampang. Saya pribadi sepakat dengan apa yang dikatakan dewan untuk diberlakukan reward dan pemecatan. Tapi yang perlu diketahui itu, untuk melalukan pembenahan, ya tinggal copot saja baik dari Kepala Dispendaloka yang tidak bisa mengatasi bawahannya,” katanya.
Tamsul menduga ada indikasi pembayaran iuran kepada pihak eksekutif dan legislatif sehingga pengelolaan pasar terlihat dibiarkan. “Persoalannya sekarang, Bupati dan DPRD sama-sama tidak mempunyai ketegasan menyikapi persoalan ini. Atau mungkin ada indikasi yang sudah setor pada pihak dua lembaga itu,” tudingnya. (MUHLIS/LUM)