JAKARTA I koranmadura.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengembalian 66 hadiah terkait gratifikasi dari sejumlah pejabat publik sepanjang Hari Raya Idulfitri, beberapa waktu lalu.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, pejabat publik yang mengembalikan hadiah ini berasal dari berbagai tingkatan mulai dari anggota DPR RI, wakil menteri, kepala daerah, hingga lurah. “Wujudnya bermacam-macam, ada makanan, pakaian, perabotan rumah tangga, voucher belanja, gadget, dan lain-lain. Yang melapor ada anggota DPR, wakil menteri, bahkan lurah, kepala dinas, dan kepala daerah,” jelas Agus kepada wartawan dalam acara halal bi halal di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Senin (18/7).
Agus menuturkan, pengembalian gratifikasi ini adalah satu langkah yang baik dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Ia pun mengapresiasi upaya dan kejujuran lembaga yang telah mengembalikan hadiah terkait gratifikasi yang diterimanya. “Sudah ada kesadaran melaporkan gratifikasi. Kami juga mengapresiasi lembaga yang memberi tahu KPK terkait gratifikasi,” kata Agus.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menuturkan paling banyak hadiah terkait gratifikasi yang diterima pihaknya berbentuk parsel dengan berbagai macam isi mulai dari tea set hingga makanan. Telepon selular pun diterima pihaknya dari seorang anggota DPR RI. “Kalau makanan kami langsung kembalikan tapi tetap dicatat. Jadi jumlah yang 66 ini termasuk makanan juga,” kata Priharsa.
Kendati begitu, KPK belum bisa menyebut berapa total nilai hadiah yang diduga terkait gratifikasi tersebut. Begitupun dengan nama-nama pihak yang telah mengembalikan hadiah. “Itu jadi catatan pribadi KPK,” ungkapnya.
Hingga kini, KPK pun belum bisa menyimpulkan apakah laporan penerimaan barang tersebut masuk dalam unsur gratifikasi atau tidak. KPK masih memeriksa barang-barang gratifikasi untuk memutuskan apakah negara akan mengambil alihnya atau tidak. “Masih dilakukan proses analisis sehingga belum dapat diputuskan apakah laporan itu akan dikembalikan ke penerima atau menjadi milik negara,” ucapnya.
Namun KPK merahasiakan nama-nama pejabat negara yang melaporkan gratifikasi tersebut. “Nama-nama mereka menjadi catatan pribadi KPK,” katanya.
Sebelumnya, KPK telah memberikan surat edaran kepada pegawai negeri sipil dan penyelenggara negara untuk tidak menerima bingkisan parsel di hari raya Lebaran.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo melaporkan gratifikasi Idul Fitri berupa tiga buah parsel berisi piring, gelas dan toples. “Ini penyerahan biasa, ucapan Idul Fitri mungkin ini dianggap gratifikasi. Ini dari mitra ada sebagian juga dari luar sehingga beliau (Bambang Soesatyo) mengatakan ini harus diserahkan ke KPK, karena aturannya begitu karena beliau sudah jadi pejabat,” kata Tenaga Ahli Bambang Soesatyo, Iskandar di gedung KPK Jakarta, Senin (18/7).
Salah satu bingkinsan tertulis berasal dari pimpinan Mayapada Gorup Dato Sri Prof Dr Tahir MBA yang beralamat di Mayapada Tower lantai 1 Jalan Jenderal Sudirman Kav 28. “Saya tidak tahu ini, intinya kenapa dilaporkan hari ini karena kami harus menunggu (parsel) susul-susulan, ini kan sudah semua,” ungkap Iskandar.
Hingga saat ini KPK sudah menerima lebih dar 33 laporan penerimaan gratifikasi hari raya Lebaran.
Salah satunya dilaporkan oleh anggota DPR yang menerima parsel dari salah satu anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KPK sebelum hari Lebaran sudah mengeluarkan imbauan agar pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menerima gratifikasi, termasuk parsel menjelang Idul Fitri. Pegawai negeri terdiri atas pegawai negeri sipil, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, pegawai lembaga.
Dalam tiga tahun terakhir, KPK sudah menerima laporan penerimaan gratifikasi sebanyak 5.187 laporan.
Pada penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa gratifikasi adalah pemberian bila terkait dengan jabatan, berkaitan dengan tugas dan kewajiban dan tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja.
Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
Pelanggar pasal tersebut dapat dipenjara minimal 4 tahun hingga seumur hidup dengan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (GAM/ABD/ANT)