
SUMENEP | koranmadura.com – Sejumlah pemuda yang mengatasnamakan Pemuda Peduli Sumenep (PPS) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Pemerintah Kabupaten Sumenep, Kamis (14/7). Mereka mendesak pemkab mengusir investor asing yang marak melakukan pembelian tanah milik masyarakat.
Para pemuda ini mengaku resah dengan keberadaan investor yang telah membeli tanah milik masyarakat dalam jumlah besar untuk dijadikan lahan tambak udang. Sebab tak menutup kemungkinan, jika terus dibiarkan oleh pemerintah, pada akhirnya masyarakat Sumenep hanya akan menjadi “budak” di daerahnya sendiri. Indikasinya saat ini sudah mulai tampak.
Menurut koordinator aksi, Suyuthi menuturkan, kurang lebih setengah kilometer ke arah timur Pantai Lombang saat ini telah dibangun tambak udang yang dikelola oleh investor asing. “Sebagai masyarakat Sumenep, apa yang bisa kita dapat? Tidak ada. Selain dampak negatif,” tandasnya.
Berangkat dari kesadaran tersebut, pihaknya mendesak agar Pemkab Sumenep menghentikan investor melakukan pembelian tanah milik masyarakat, serta mengusir investor asing dari kabupaten paling timur Pulau Madura.
Selain itu, pihaknya juga berharap kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melawan kapitalisme yang mulai merambah daerah ini. “Jangan sampai nanti kita menjadi boneka yang bisa digerakkan seenaknya oleh kekuasaan. Apalagi, bumi bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak anak-cucu tersayang,” pungkasnya.
Asisten I Setkab Sumenep, Sustono mengatakan, berkaitan dengan adanya aktivitas pembelian tanah milik masyarakat oleh investor, terutama di bagian pesisir utara, sebenarnya sangat tergantung kepada masyarakat selaku pemiliki tanah, apakah mau menjual atau tidak.
Pemerintah tidak bisa melarang atau menganjurkan masyarakat yang ingin, atau tidak ingin, menjual tahanya kepada investor. “Pemerintah bisa melindungi sebatas, misalnya harga tidak boleh menyimpang dari NJOP (nilai jual objek pajak),” tuturnya, Kamis (14/7), kepada wartawan.
Selain dari sektor harga, sergahnya, ada beberapa faktor lain yang juga wajib dipenuhi oleh pihak yang melakukan pembelian tanah. Misalnya, orang yang dibeli tanahnya tidak boleh sampai sengsara. Jika lahan yang dibeli untuk membangun tambak, paling tidak nantinya masyarakat yang dibeli tanahnya dijadikan pekerja.
Dikonfirmasi soal adanya alih fungsi lahan di sekitar Pantai Lombang, menurut Sustono, selama peruntukannya benar hal itu tak menyalahi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Yang dimaksud meyalahi, jelasnya, jika peruntukannya tidak sesuai. Misalnya yang dibeli lahan produktif seluas 15 ha, namun tidak ada gantinya.
Harapan pemerintah, jika lahan di sekitar Pantai Lombang yang dibeli investor untuk dijadikan tambak udang, menurut dia, hal itu tidak boleh sampai merugikan masyarakat sekitar dalam radius 1 hingga 2 km. Artinya, lahan tambak udang dapat mendukung perekonomian masyarakat.
Hanya saja, timpalnya, sampai sekarang investor belum bisa memenuhi aturan. Sehingga tidak sesuai harapan. Terbukti, selama beberapa waktu terakhir timbul gejolak di tengah-tengah masyarakat, bahkan menuai protes dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Komunitas Eman Nak Poto (KEN).
Akibat adanya gejolak tersebut, dia mengklaim jika sejauh ini belum ada izin yang diproses oleh Pemkab Sumenep. Menurutnya, selama gejolak masih ada, pihaknya mengaku tak akan memproses izin. Meskipun, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya izin itu akan dikeluarkan.
“Intinya, kalau sudah tidak ada masalah di masyarakat, nanti akan kita rapatkan bersama tim. Kalau setelah dirapatkan ternyata tidak ada masalah dari berbagai sektor, oke (izinnya bisa keluar). Tapi kalau masih ada persoalan seperti sekarang, kemungkinannya kecil,” pungkasnya.
Kasi Penetapan dan Penerbitan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep, Kukuh menuturkan selama ini ada sebanyak lima investor yang telah mengajukan izin pembangunan tambak udang kepada pihaknya. Hanya saja, dia tidak menyebutkan nama kelima investor tersebut.
Dari lima investor yang telah mengajukan izin untuk membangun tambak udang, menurut dia baru dua yang telah keluar izinnya. Artinya dua investor tersebut sudah bisa beraktivitas, yaitu di Kecamatan Dasuk dan Lapa Daya. “Yang lainnya masih proses,” pungkasnya kemarin. (FATHOL ALIF)