PROBOLINGGO | koranmadura.com – Isu kekerasan pada anak masih terus hangat. Mulai dari tingkat nasional, hingga lokal Kota Probolinggo. Keadaan ini, memantik keprihatinan dan kepedulian sejumlah pihak. Tak terkecuali Pemkot Probolinggo sendiri.
Deklarasi penghentian kekerasan pada anak digelar. Tujuannya, untuk mulai menghentikan kekerasan pada anak. Sejak anak usia dini (PAUD), hingga anak jenjang SLTA. Sebab, kekerasan pada anak sendiri sangat beragam macamnya. Mulai dari kekerasan fisik, emosional, dan kata-kata.
“Tanpa kita sadari, hal itu membuat mereka tidak bisa berkembang dengan baik. Maka tindakan seperti itu harus segera dihentikan. Agar anak-anak dapat berkembang sesuai usia,”ujar Walikota Hj. Rukmini, dalam Deklarasi Gerakan Anti Kekerasan Anak, Kamis (25/8).
Walikota Hj. Rumini mengatakan, deklarasi gerakan anti kekerasan anak diharapkan agar anak dapat tumbuh secara alami tanpa tekanan. Sebagai momentum awal, dilakukan sosialisasi terhadap orang tua dan guru.
“Umumnya, kekerasan pada anak sendiri, dilakukan oleh orang terdekat. Tindakan ini sebagai bentuk pencegahan agar anak diperlakukann lebih manusiawi,”tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, mengatakan, Kanit PPA Polres Probolinggo Kota, Iptu Retno Utami, mengatakan, sejak Januari 2016 hingga juli lalu, terjadi 11 kasus KDRT pada anak. Meliputi setubuh dan cabul sebanyak tiga kejadian, bawa lari anak dibawah umur satu kejadian, dan tujuh kejadian penganiayaan.
“Jumlah tersebut mengalamu penurunan. Jika dibandingkan dengan semester awal tahun lalu. Sebanyak 42 kasus terjadi, sepanjang 2015 lalu. Dengan rincian, 17 kejadian pencabulan dan bawa lari anak dibawah umur. Sisanya, 25 kejadian, merupakan kasus penganiayaan atau KDRT,”ucapnya.
Menghadapi kasus pidana pada anak ini, ada beberapa sistem yang sedikit berbeda. Jika dibandingkan dengan perkara pidanapada umumnya. Jika pelaku dan korban adalah anak-anak maka diupayakan diversi.
Apabila tidak bisa dilakukan diversi di tingkat polres, maka diupayakan pada tingkat kejaksaan. Langkah akhir, jika tidak bisa diversi tingkat kejaksaan, pilihan terakhir, diupayakan pada tingkat Pengadilan Negeri.
“Lain jika pelakunya dewasa, langsung dilanjutkan ke ranah hukum pidana normal,”papar Iptu Retno Utami. (M. HISBULLAH HUDA)