Aku Anak Pulau
Akulah anak pulau
Yang lahir dari sinar matahari
Merajut perahu untuk berlayar
Mencari mutiara di lautan
Telah aku pasang satu layar cinta
Satu dayung nenek moyang yang lapuk
Dan bekal air mata waktu
Yang tak akan habis, pun selesai
Aku menyeberangi sekian hari
Dari sabit ke purnama
Kembali ke sabit, bangkit
Perjalanan usia semakin menggigit
Cahaya terpandang di permukaan
Meninggalkan segala jalan
Menyelam bersama buih di kedalaman
Aku kembali
Membawa mutiara yang abadi
Sumenep, 2016
Kelinci Muda dan Kucing Tua
Ada dua kelinci muda, berlawan jenis kelamin
Yang jantan sudah mati
Si betina tinggal sendiri
Sepi mengija sekian hari
Suatu ketika di sore hari
Dia bermain di ladangnya sendiri
Lalu datang seekor kucing
Membuatnya takut gonjang ganjing
Si kucing terus mendekat
Haus menatap mangsanya
Dia mencengkeram si kelinci betina dengan gigih
Berlari, memakan saudaranya sendiri
Sumenep, 2016
Surau Sejarah
Pagi itu aku duduk di surau sejarah
Tempatku pernah memapah diri dan meniti hari
Menatap matahari dan daun-daun yang masih
Di sana ayahku terakhir berpulang
Aku terpaku dengan ribuan ingatan
Ruangan itu kosong dan hampa
Lama tertinggal oleh sang tuan
Segala petuah abadi menghilang
Aku berkaca pada lantai
Tampak situs pertemuan
Segala peristiwa terlanjur using
Dan tak mungkin terawat lagi
Kecuali pada kenangan
Segala datang dan pulang
Pada pangkuan Tuhan
Dan inti air mata kasih sayang
Sumenep, Juni 2016
Ayah, Aku Pulang
Ayah, aku kembali berkunjung ke tempatmu
Tiada maksud apapun, hanya ingin merajut kenangan
Menolak kutukan lupa
Pada sekian petuahmu dalam perjalanan
Aku rindu misteri tangisanmu
Segala yang tak sempat kau ucapkan
Hanya segelintir amanah kehidupan
Yang menjadi teman dalam dingin paling gigilku
Bila kau tak mungkin terlahir kembali
Ijinkan aku memeluk cahayamu
Karena inti dari keabadian adalah kematian
Pada Tuhan tempat berpulang
Sumenep, Juni 2016
Kesepian Pohon Siwalan
Dia berdiri semakin lusuh
Usianya sudah tua dan tak karuan
Laksana kakek tua yang tak terawatt lagi
Anak cucu sudah pergi dari pangkuan
Tiada lagi orang yang berpelukan
Untuk sampai di damai pucuknya
Memeras dan mengambil airnya
Yang dahulu dijadikan penghidupan
Dia sepi dan sendiri
Tak tahu jalan berpulang
Hanya bersandar pada musim
Yang dengannya terhitung sekian ingatan
Sumenep, 2016
Oleh: Ali Munir S., lahir pada tahun 1994 di Sumenep Madura. Sekarang mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.