Pejalan Kaki
Aku menjelma Tuhan
Yang dihujat manusia
Kala menderita
Dari bibirmu
Aku menjelma kera
Hanya dengan nama
Didera paranoia
Monyet! Monyet!
Dari matamu
Aku menjelma senja
Bangkitkan ingatan
Catatan kelam sejarah
Yang menjadi kekalahan
Serupa patung lilin
Yang telah leleh
Oleh bara hati
Serupa sungai
Yang mulai kering
Oleh kemarau panjang
Bagimu aku hujan,
Yang membuat air sungai keruh
Bukan hujan,
Yang menjawab dahaga pertiwi
Namun Kasih..
Aku adalah pejalan kaki
Yang menemui persimpangan
Dan sedang meraba pilihan
Harga dan harkat telah dicaci
Masihkah kau menjadi pilihan?
Murkamu lumuri mata, telinga dan hati
Kuulangi, apakah kau sebuah pilihan?
Bila aku bukanlah pejalan kaki
Aku tak kan memilih jalan manapun di persimpangan
Aku memilih untuk terbang
Itu seandainya,
Pada akhirnya, judul hanyalah judul
Jangan tertipu!
Tarian Malam
Bukan,
Aku bukan mentari
Apalagi Bulan
Hanya penggandrung
Setia merangkai jarak
Menjadi butiran sajak
Bebas melukismu semauku
Aku penuh sayat
Sudikah kau kugandrungi?
Semua ayat ini menyayat
Lama kuredam dalam sekam
Aku kembali menatap Bulan
Kembali melafal ayat-ayat
Aku bersandar pada malam
Ragaku tertanam
Tanpa sadar,
Aku menari-nari
Di bawah rintik hujan
tanpa henti.
Perang Bintang
Peluru dihempas
Bertubi-tubi
Ke langit hitam
Terhimpit dalam perang
Gemuruh dari segala penjuru
Siapa dan apa yang mengundang perang?
Manusia dan gaya
Ungkapan suka cita atau sekadar hura-hura?
Dahulu aku riang
Menatap kelap-kelip bintang
Kini,
Suaranya menghujam
Tak ada tempat berlindung
Semua tersita oleh kegaduhan
Seringai mengganti renungan malam
Aku terpinggirkan.
Oleh: ARDY.ACH
Lahir di Sumenep 17 April 1996. Saat ini Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Politik di Universitas Udayana Bali, dan aktif sebagai anggota redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Akademika Universitas Udayana.