Fiktif Merdeka
Merdeka
Kau sorakkan merdeka
Kau agungkan merdeka
Tapi merdeka
Hanyalah fiktif belaka
Disaat rakyat masih menderita
Berada di bawah tindasan penguasa
Tanpa kuasa
Untuk berkata-katadalam kebisuan yang setia
Tolonglah
Bantulah
Raihlah
Tangan-tangan nestapa
Ulurkan kebebasan bagi mereka
Mereka masih terjajah
Tak lagi oleh bangsa Eropa
Tapi oleh penguasa negara
Yang buta mata hatinya
Yang tuli telinganya
Lisan-lisan mengalir dusta
Hanya mengindera harta
Dan dunia semata
Memonopoli asa
Setiap anak bangsa
Walau bersatu dalam bendera dan bahasa
Namun bukan itu arti merdeka
Impian dalam Hujan
Aku terlelap
Dalam dekapan angin
Yang begitu piawai
Membelai rambutku
Sehangat pelukan Ibu
Yang kurindukan dari perantauan
Aku bersandar
Dalam pelukan badai
Yang membuatku damai
Tak riuh seperti pilihan partai
Aku terlena
Dalam deburan ombak
Menghantam tebing pesisir dengan sadis
Tapi tak pernah tampak menangis
Aku merasa iri
Pada mendung yang tak bosan
Mengantar tetes-tetes hujan
Sesetia itukah?
Aku membenci pelangi
Memberi keindahan yang tak pasti
Sekejap mata dia pergi tanpa permisi
Padahal hadirnya masih dinanti
Ingin saja aku menjadi tetes demi tetes air
Yang terlahir dari langit
Melamun terdiam di pucuk cemara
Memberi kesejukan pada siapa saja
Lintah Darat
Perlakuanmu yang bejat
Menghisap darah umat
Tak patut dihormat
Ingin dikubur di liang lahat
Kau punya harta
Tapi tak punya mata
Buktinya kau telah buta
Buta karena harta
Dengan berkacak pinggang
Kau menagih hutang
Kau jadikan rengekan saudaramu
Sebagai bisnis menggandakan uangmu
Pernahkah kau pikirkan?
Bagaimana bila Tuhan membalik keadaan?
Negeri Pokemon Go!
Zaman ini zaman globalisasi
Berkembang biak subur dalam negeri
Teknologi semakin canggih
Politik, sosial, budaya, semakin ringkih
Negeriku negeri pokemon go!
Kasus korupsi
Go!
Ayomi rakyat
No!
Negeriku negerik pokemon go!
Mengendap-ngendap mencari kesempatan melahap
Tak perduli meski hak rakyat
Negeriku negerik pokemon go!
Narkoba
Go!
Generasi takwa
No!
Negeriku negeri pokemon go!
Bersembunyi tuk konsumsi
Tak sadar tiba-tiba dalam jeruji
Lepuh ingatan tentang Ilahi
Matilah negeri ini.
Sumenep, 01 Agustus 2016
Ariza Qanita. Lahir di Sumenep, 01 Agustus 1999. Saat ini sedang menempuh pendidikan di MA An-Nawari, Seratengah, Bluto, Sumenep. Tulisannya pernah dimuat di media massa. Beberapa karyanya juga tergabung dalam beberapa antologi, antara lain: Ayo Goyang, Sajak Sang Penyair.