BANGKALAN, koranmadura.com – Saya masuk Stadion Gelora Bangkalan, saat laga besar antara tuan rumah Madura United kontra tamunya Sriwijaya FC berjalan sekitar 5 menit. Di dalam suasana riuh sekali. Seluruh tribun penuh sesak oleh penonton. Laga ini memang laga yang ditunggu Fans Madura United, K-Conk Mania. Mereka berharap Madura menang, membalas kekalahan sebelumnya. “makanya kami hadir semua ke stadion bahkan K-Conk Bali juga hadir, ada 26 orang,” kata Memet, salah satu pentolan K-Conk Mania pada saya di luar stadion.
Saya memilih duduk bersila di belakang pagar besi di sisi kanan tribun VIP bersama jurnalis lain. Duduk lesehan bukan karena tidak ada kursi kosong. Melainkan agar leluasa melihat seluruh sisi lapangan. Kalau duduk dibangku pandangan agak terhalang tiang besar penyangga atap tribun.
Di dekat saya duduk, ada sosok tak biasa. Dia memakai setelan serba hitam: kaus hitam, celana training hitam dan sepatu hitam. Kontras sekali dengan kulitnya yang legam. Dialah Engelberd Sani yang tidak bisa membela Madura United karena terkena akumulasi kartu kuning. Keberadaan Engel membuat girang penonton, mereka memanggil-manggil namanya. Engel membalasnya dengan senyuman sambil memperlihatkan gigi depannya yang patah karena berbenturan dengan pemain lawan.
Saat pemain madura gagal memamfaatkan pelauang, Engel tampak geregetan. Sambil memukul para tribun.
Awal pertandingan Madura United lebih mendominasi. Namun pada menit ke 26 Sriwijaya membuat kejutan. Berawal umpan terobosan Supardi ke Hilton. Namun Hilton membiarkan bola melewati celah kedua kakinya. Bola kemudian disambut Airlangga Soecipto. Mantan striker Persib Bandung yang berdiri tanpa penjagaan, langsung melakukan tendangan balik badan, bola menyusur keras ke sisi kiri gawang Madura. Kiper Herry Prasetyo tak mampu menjangkau, bola pun masuk, 1-0 untuk Sriwijaya. Skor ini bertahan sampai turun minum.
Entah siapa namanya, namun seorang penonton di belakang saya, mengeluar analisisnya atas terciptanya gol Airlangga tersebut. “Kenapa Fabiano dan Munhari terpaku, harusnya pergerakan Airlangga ditutup,” kata suara yang tak jelas sumbernya, tapi terdengar jelas di telinga saya.
Entah apa yang terjadi ruang ganti, tapi yang pasti stadion terus bergemuruh oleh teriakan ‘arema jancuk’. Ini sepertinya lagu wajib K-Conk Mania sejak suporter Madura United diserang Aremania beberapa waktu lalu.
15 menit kemudian, pemain kedua tim masuk lapangan, Engelbed Sani mendadak sudah raib dari tribun. Entah ke mana dia. Sambil menyalakan rokok, mata fokus lagi ke lapangan. Dan stadion masih bergemuruh oleh nyanyian ‘Arema Jancuk’.
Awalnya, pemain Sriwijaya, entah siapa namanya, mengirimkan long pasing (umpan panjang) ke depan ke sisi kanan pertahanan Madura. Bola yang memantul sebenarnya sudah dalam penguasaan tiga bek Madura. Ada Fabiano, Munhar dan Asep. Tak satu pun dari mereka menyantuh bola, harapannya kiper Herry Prast yang mengamankan bola itu.
Namun petaka yang terjadi kemudian, Airlangga berlari cepat melewati Fabiano dan kemudian menendang lambung ke belakang bola pantulan. Herry Prast yang terlanjur maju tak dapat menjangkau bola. Dia berusaha mengejar, tapi bola lebih deras menuju ke gawang dan masuk. 0-2 untuk Sriwijaya.
Ari Widianto, jurnalis SCTV di samping saya mengumpat atas terjadi gol mudah itu. “Kok bisa mis komunikasi, pemain belakang Madura rapuh, tidak fokus,” kata dia.
Ketika tertinggal dua gol, pemain Madura tampak frustasi dan makin sering melanggar pemain Sriwijaya. Salah satunya Hilton dan berbuah terdangan bebas. “Tak arapah kala, pokok olle ma potong,” teriak penonton di belakang saya.
Tendangan bebas Sriwijaya diambil Hyu Yoon Koo, pemain asal Korea Selatan. Bola menderas ke gawang dan lagi-lagi Airlanggar yang tanpa penjagaan ketat, leluasan mengarahkan bola ke gawang dengan kepalanya. Kiper Madura Herry Prast tak mampu menjangkau. 0-3 untuk Sriwijaya.
Tertinggal tiga gol, pemain Madura tampak kian kehilangan fokus karena upaya serangan dari semua sisi selalu gagal. Mungkin karena ambisi menyerang itulah, lini belakang Madura kewalahan menghadapi trio penyerang kawakan Sriwijaya Hilton, Beto dan Airlangga. Puncaknya, Herry Prast harus berjibaku untuk menghentikan bola yang digiring Airlangga, Wasit pun memberikan hadian penalti karena Herry menjatuh Airlangga di kotak 12 pas. Beto sukses mengeksekusi penalti. 0-4 untuk Sriwijaya.
Pelatih Madura, Gomes De Oliviera kemudian memasukkan Elthon Maran dan menarik keluar Erick Weeks. Banyak penonton, mengkritik Gomes. Pergantian itu dianggap telat karena dilakukan setelah babak belur. Meski pada akhirnya Elthon mampu memperkecil ketertinggalan MU dengan satu golnya. “Asep dan guntur tidak maksimal, kenapa tidak ditarik,” begitu keluhan penonton di Tribun.
Entah mendengar atau tidak, Asep akhirnya diganti termasuk Bayu Gatra juga ditarik keluar digantikan Guy Junior. Namun pergantian ini agak aneh karena pemain bertahan ditarik digantikan pemain berkarakter menyerang. Meski akhir Dane Milovanovis, gelandang MU mencetak gol lewat sundulan. Namun rapuhnya pertahanan, membuat pemain pengganti Sriwijaya Anis Nabar dengan mencetak gol. Kedudukan pun berakhir 2-5 untuk kemenangan Laskar Wong Kito.
Di ruang presconference, Aditya jurnalis Goal, mempertanyakan komposisi pemain belakang yang diturunkan Gomes dengan mengganti posisi Gilang Ginarsah dengan Guntur. Pemilihan pemain yang kurang tepat dianggap biang kerok lemahnya pertahanan Madura United.
Entahlah, apa jawaban Gomes atas pertanyaan itu. Saya hanya berharap Gomes independen menentukan siapa pemain yang akan dia mainkan atau diganti. Konon kabarnya, ada ‘pembisik’ di sekitar Gomes yang sok analis dan bisa menentukan siapa pemain yang harus diganti. ALMUSTAFA
