Pelabuhan Senja
Di satu titik pelabuhan senja
Kita mengukir sekian harapan
Menyuburkan benih-benih rindu
Dalam bayangan cahaya bulan
Di sana, kita bersatu tanpa sentuh
Mengija lempengan perasaan
Sebelum ruh terdekap dan abadi
Dalam hikayat serumpun burung camar
Kita cukup melangkah selangkah
Kata perjuangan termaktub dari bibirmu
Sedangkan diriku hanya tersenyum sendiri
Asaku terlahir tanpa memaku diri
Waktu sudah dalam genggaman
Kita asyik melafalkan malam
Dalam desahan yang memanjang
Hingga di satu titik kita menunggu fajar datang
Yogyakarta, 2016
Surat Kecil Untuk Perempuan
Kepada perempuan yang menatap setiap mata hati
Yang datang dengan muka tertunduk
Jangan palingkan wajahmu dari kesunyian
Dari dia yang butuh curahan hati kecilmu
Kepada perempuan yang berlari dari sekian desahan
Hargailah setiap uluran tangan
Yang penuh luka dan darah
Untuk menggenggam sebuah kebutuhan
Kepada perempuan yang membayang di kesepian para lelaki
Kembalilah untuk berpulang
Menuju kebahagian asal
Panggilan jiwa di awal pertemuan
Kembalilah, kembalilah
Meja keabadian sedang menunggumu
Tempat disajikannya ramuan rasa
Dari sepotong hati dan sebingkai cinta
Yogyakarta, April 2016
Padamu yang Mengisi Sepi
Di kala kau datang dengan wajah muram
Mataku terpaut untuk meneduhkanmu
Seberat hati melangkah mendekati kecanggungan
Kubawa sebatas kerelaan dan ketidaksempurnaan
Kau asyik berkata dengan hati jujur
Di kala malam datang menganggur
Hati kecilmu terkulai membujur
Air matamu yang bening perlahan hancur
Akibat dari sebuah ketersiksaan
Antara masa lalu dan harapan
Batinmu kian kaku
Yang terbayang dalam hidup hanyalah abu-abu
Katakanlah pada yang datang
Ucapkanlah pada yang kesepian
Bahwa kau adalah perempuan
Dan dia lelaki jantan
Yogyakarta, April 2016
Perempuan Berkerudung Biru
Seorang perempuan yang berkerudung biru
Memanggil hati kecilku yang rapuh
Malam-malam tak jua sampai
Pada apa yang dijanjikan subuh
Cakrawala hanyalah bayangan mangsa-mangsa
Saat serigala menunjukkan taringnya
Kesetiaan seakan fana
Segalanya berubah menjadi samar
Kutarik rantai kematian
Membelenggu arti kehidupan
Cinta hanyalah nafas-nafas
Yang layak diabadikan zaman
Dengarlah suara hatiku
Tidak ada yang salah paham
Antara kita dan cita-cita
Hidup hanyalah mencari makna
Yogyakarta, 2016
Ali Munir S, lahir pada tahun 1994 di Sumenep Madura. Sekarang mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Buku antologi puisinya berjudul “Jiwa yang Terlepas” diterbitkan oleh CV. Ganding Pustaka.