Syahadat Cinta
Aku tak begitu yakin
Doa malaikat mengamini cinta yang jauh
Dalam remang tak terbaca
Membajak buih di samudera
Dihempas angin, lalu sirna
Sering kali mencintai, lalu berakhir sepi
Aku percaya
Tuhan membacakan doa-doa manusia
Dan matahari kembali
Dengan doa Tuhan yang kuasa
Menjadikan cinta dalam roh kita
Dan aku bahagia
Sering kali kita menjamah puisi
Di malam itu, kita menyaksikan
Jibril mendoakan pernikahan kita
Di depan para orang tua dan pemuda
Oh, rindu telah terbaca oleh wajah manusia
Sujud dalam shalat
Menjadikan imam dalam akhiratku
Tarate, 2016
Tentang Sebuah Rindu
Zen, aku baru saja bercanda dengan mimpi
Yang mengajakku kembali pada rindu
Dan meninggalkan ketidakdewasaanku
Kalau kau tahu
Rindu ini telah melahirkan anak kita
Aku telah bosan bersandiwara
Kekasih,
Rumah kita kecil
Tapi cukup untuk menjamah matahari
Kelak, bila engkau telah kembali
Aku ingin berbicara tentang puisi
Kepadamu, kutulis langit di balik nurani
Sumenep, 14 Juni 2016
Hari itu
Sedikit rindu bukan?
Jika aku melepas diri dan berbicara tentangmu
Sedikit rindu bukan?
Bila terkadang aku memejamkan mata
Lalu tersenyum mengiringi sepi
Sambil kusebut namamu tanpa henti
Aku berharap kau datang
Merayakan hari kemenangan
Kita akan kembali menyeduh aroma kopi
Meleburkan sepi, pada suatu hari nanti
Sumenep, 20 Juni 2016
Tak Ada Lagi
Menurutmu, apa aku terlalu egois
Menentang langit karena ketidaksanggupanku
Berlayar terlalu dalam
Ia telah tiada menyisakan rindu dan siksa
Aku sering kali menjamak puisi
Dengan kata-kataku sendiri
Tapi aku terlempar ke kejauhan
Tak seperti anak sendiri
Aku rindu kau, menyepi dengan keluarga tuhan
Sumenep, 13 Juni 2016
Isyarat Doa untuk Mereka
Di musim yang lain
Saat matahari menerjemahkan ilalang
Menjadi lentera bagi belantara
Di saat berganti gelap memuja para penduduk
Ke dalam rahim-rahim waktu
Sehingga aku terpanggil di setiap waktu
Dan menjadikanku sebagai hamba
Di persimpangan jalan
Mungkin sebuah tuntutan atau sekedar kata-kata
Di saat matahari kembali pada rindu
Sekejap aku memejamkan mata
Lalu kembali menatap langit
;Aku telah kehilangan masa laluku
Tentang puisi serta bahasa mereka yang biru
Sumenep, 2016
Potret Indonesia Kita
Adalah aku mencari angin
Dimana arah menebus luka
Kemana jiwa membahas petuah
Sebuah senyum yang tersungging
Kembali kepada hening
Sebuah dosa jika tuhan tak memberi ampun
Hanya menciptakan bahasa luka dan sepi
Tak pantas luka ini terobati
Lantas kemarin tertawa bersama
Ya, itu sebuah gelisah rindu
Permainan kita di masa lalu
Pa’-opa’ iling, ilingnga sakoranjang
Pel oto’ pel ghedeng
Sapa rea!
Riuh tawa melepas dahaga
Adalah cirri Indonesia
Kemanakah ketenangan kita?
Sumenep, 7 Agustus 2016
*) Lahir pada 18 Juli 1997 di Pasongsongan Sumenep. Mahaasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni (STITA). Saat ini, nyantri di PP. Aqidah Usymuni Tarate Pandian Sumenep. Juga aktif bergiat di LSA (Lesehan Sastra Aqidah Usymui) dan UKM Komunitas Pelar STITA Sumenep.