
Hari ini umat Islam di Indonesia melaksanakan sholat Idul Adha yang dilanjutkan dengan memotong hewan kurban, hingga tiga hari tasrik. Kedua ibadah itu, berkaitan pelaksanaan ibadah haji untuk masyarakat yang belum berkesempatan melaksanakan ibadah haji.
Bagi masyarakat Indonesia yang belum berkesempatan menunaikan ibadah haji memang disunnahkan melaksanakan sholat Idul Adha. Dan jika memiliki kelebihan rezeki disunnahkan berkurban memotong sapi, kambing atau domba.
Sebagaimana ditegaskan dalam satu firman Allah SWT dan sunnah Rasulullah berkurban merupakan bentuk sesungguhnya dari keikhlasan ummat Islam dalam mentaati ajaran Allah. Melalui pelaksanaan penyembelian kurban ummat Islam digambarkan pula sedang berupaya “membunuh” naluri kebinatangan yang kadang kala menghinggapi sikap dan perilaku keseharian manusia.
Di luar simbol itu ibadah kurban yang merupakan rekontruksi perjalanan Nabi Ibrahim AS, ketika Allah menguji untuk mengorbankan anaknya Ismail merupakan ibadah berdimensi habblum minallah dan habblun minannas. Kesediaan berkurban merupakan wujud ketaatan dan ketaqwaan pada perintah Alllah, sebagaimana perjalanan hidup Nabi Ibrahim yang ikhlas akan mengorbankan Ismail.
Dimensi sakral ini memang sangat personal. Hanya mereka yang berkorban sendiri merasakan seberapa jauh nawaitunya memang benar-benar ingin mentaati perintah Allah dan RasulNya. Namun terlepas dari persoalan ruhani itu melalui ibadah kurban ummat Islam didorong kepedulian sosialnya melalui pembagian daging kurban kepada fakir miskin dan kalangan kerabat sebagai simbol persaudaraan.
Paling tidak dua aspek pesan pelaksanaan ibadah kurban jika dilihat dalam konteks sosial. Pertama pemberian kepada fakir miskin adalah wujud kepedulian pada sesama. Satu dari sekian penegasan bahwa agama diturunkan Allah demi kemaslahan sesama manusia. Nilai agama pada tataran sosial terwujud dalam bentuk kemanfaatan keberadaan manusia di lingkungan sosialnya.
Aspek kedua, kurban diberikan pula kepada masyarakat lingkungan sosial tanpa mempedulikan siapapun mereka. Ini adalah wujud riil perintah Allah agar ummat Islam di internal mampu membangun persaudaraan, kebersamaan, kesatuan dan persatuan. Selanjutnya terhadap masyarakat lain itu diharapkan terjalin pula ikatan kebersamaan atas dasar semangat persaudaraan bangsa.
Demikian indah ajaran kurban terutama pada pembagian daging kurban yang melintasi batas-batas apapun. Ini sangat kontekstual dengan lingkungan sosial negeri ini yang multikultural. Bahwa melalui kurban perbedaan tak seharusnya menghilangkan ikatan persaudaraan sebagai bangsa.
Ajaran Islam yang ditegaskan Alquran sebagai rahmatan lil alamin -menjadi rahmat bagi alam semesta- antara lain teraplikasi riil dalam pelaksanaan ibadah kurban. Keikhlasan dan ketaqwaan kepada Allah sebagai hubungan vertikal, sementara daging kurban mewujudkan hubungan sosial horizontal dalam bentuk kepedulian dan pengembangan ikatan persaudaraan sebagai bangsa.
Seekor sapi dan seekor kambing, sepotong dua potong daging memang kecil. Namun, sebuah pemberiaan betapapun adalah bentuk interaksi sosial indah yang menegaskan bahwa masih ada naluri kemanusiaan, naluri kepedulian dan semangat persaudaraan.
Alangkah indah bila semangat kurban ini terus berkembang mewujud meningkatkan ikatan persaudaraan rakyat negeri ini. Insya Allah dapat menjadi energi besar bagi upaya keras mewujudkan Indonesia lebih baik. (*)