SAMPANG, koranmadura.com – Sunarto Wirodo, tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2013 akhirnya ditangkap paksa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang di rumahnya, Desa Tanggumong, Kecamatan Kota Sampang, Rabu, 19 Oktober 2016.
Sunarto Wirodo selaku Koordinator Bantuan Masyarakat (KBM) sempat menghilang sejak tahun 2015 usai ditetapkan sebagai tersangka program Kementerian Perumahan Rakyat tahun 2013 lalu terhadap 500 rumah di Kecamatan Omben dan Karang Penang.
“Informasi awal Wirodo berada di Kedungdung, setelah ditelusuri ternyata tidak ada. Ternyata Wirodo berada di Tanggumong. Jadi kami langsung tangkap yang bersangkutan. Dia menghilang sejak tahun 2015 lalu. Tersangka ini memang selalu berpindah-pindah,” ucap Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sampang Yudie Arieanto kepada awak media.
Yudie mengatakan, tim penyidik melakukan penahanan tersangka Sunarto Wirodo selama 20 hari ke depan sebab dikhawatirkan kembali menghilang. “Penyidik melakukan penahanan selama 20 hari. Karena tersangka ini deteksi keberadaannya susah,” terangnya.
Selain Sunarto Wirodo, Kejari juga melakukan pemanggilan terhadap dua tersangka lain, yakni Rofik Firdaus dan Nur Kholis selaku pemilik toko atau UD untuk penyedian material program itu. Namun kondisi toko itu semuanya fiktif karena tidak memungkinkan menyalurkan kebutuhan material dengan anggaran sebesar Rp 14 miliar.
“Dua tersangka juga kami panggil berdasarkan prosedur, tapi tidak koperatif yang dimungkinkan akan dilakukan penangkapan seperti halnya Sunarto Wirodo. Tapi yang jelas ketiga tersangka itu perannya sama,” tegasnya.
Sekadar diketahui, kejari menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Sunarto Wirodo, Rofik Firdaus, dan Nur Kholis karena diduga terlibat dalam kasus penyimpangan realisasi bantuan BSPS. Indikasinya, bantuan tidak sampai secara utuh kepada penerima.
Keterlibatan Rofik Firdaus dan Nur Kholis sebagai pemilik toko bangunan. Semua rekening penerima BSPS diarahkan ke toko bangunan milik mereka.
Tidak hanya itu, seharusnya, nominal bantuan jika dikalkulasi mencapai Rp 7 juta. Namun kenyataannya, penerima mendapat material bangunan hanya sekitar Rp 2–3 juta. (Muhlis/MK)
