SUMENEP, koranmadura.com – Harapan petani di Kabupatem Sumenep untuk mendapatkan untung yang melimpah dari tanaman tembakau tahun ini pupus. Pasalnya, mayoritas semua petani tembakau dipastikan merugi.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun) Sumenep, Joko Suwarno. Menurutnya, musim panen tahun ini merupakan yang terpuruk dibandingkan musim panen tahun-tahun sebelumnya. Itu disebabkan karena cuaca tidak mendukung.
“Bisa dipastikan petani merugi. Karena biaya dengan hasil produksi tidak maksimal,” katanya, Selasa (11 Oktober 2016).
Baca: Target Produksi Tembakau Tidak Tercapai
Dikatakan, berdasarkan hasil pantaun di bawah, banyak warga yang telah memaksakan diri untuk membudidayakan tanaman tembakau. Sehingga harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal.
Misalnya, sejumlah petani tembakau di Kecamatan Saronggi ada yang melakukan penanam hingga tiga kali, dan di Kecamatan Pasongsongan ada yang melakukan penanaman hingga enam kali. Itu dilakukan karena setiap kali melakukan penanamn selalu gagal akibat tergenang air hujan.
“Kalau dihitung sekitar 65 persen dibandingkan tahun lalu petani merugi. Karena kos dan hasil produksi sangat jauh,” tegasnya.
Apalagi saat ini, menurutnya, sebagian gudang yang biasa melakukan pembelian tembakau rajangan milik petani di sumenep sudah tutup sejak 10 Oktober 2016. Sementara tembakau milik petani masih banyak yang belum dipanen.
Meskipun target produksi tembakau rajangan diprediksi tidak akan mencapai target tahun ini, namun harganya hampir sama dengan harga tembakau beberapa tahun sebelumnya, yakni tertinggi Rp48 ribu per kilogram (kg) dan terendah Rp24 ribu per kg.
“Mohon maaf kami tidak bisa membantu banyak soal itu, hanya kami imbau sisa yang belum dipanen bisa dijual ke Gudang yang berada di luar Sumenep, Pamekasan misalnya,” jelas Joko.
Dishutbun saat melakukan pemantauan harga, terfokus di Kecamatan Pasongsongan, dan Kecamatan Ambunten. Sehingga bisa dimungkinkam di sejumlah kecamatan lain, seperi Kecamatan Ganding, harga tembakau tidak sama, yakni lebih rendah. Itu karena kualitas tembakau rajangan diyakini lebih rendah.
“Ada milik warga di sini yang hanya dipatok Rp15 ribu per kilogram,” kata Farhatin salah satu petani tembakau asal Kecamatan Guluk-Guluk.
Menurutnya, penurunan harga itu disebabkan karena faktor cuaca. Selain itu sebagian pedagang beralibi karena sebagian gudang di Sumenep sudah tutup atau tidak melakukan pembelian.
“Pokoknya banyak alasan yang dilontarkan,” tegas Farhatin. (JUNAIDI/RAH).
