SUMENEP, koranmadura.com– Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumenep pada Kamis (15 September 2016) lalu resmi menetapkan Kepala Desa (Kades) Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan bantuan beras untuk warga miskin (raskin) tahun 2010-2014.
Bagi Ikbal, hari itu sangat bersejarah, karena baru pertamakalinya merasakan dinginnya udara di balik jeruji besi. Sebab setelah ditetapkan sebagai tersangka, tim penyidik langsung memutuskan untuk dilakukan penahanan.
Namun, banyak hal yang bisa dilakukan agar orang nomor satu di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk itu tidak dihanan. Salah satunya dengan cara mengajukan penangguhan penahanan.
“Penangguhan penahanan itu merupakan hak tersangka. Ya boleh-boleh saja,” kata Kasi Intel Kejari Sumenep, Rahadian Wisnu Wardana, Sabtu (30 September 2016).
Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (KUHAP). Dalam pasal itu ditegaskan atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Penangguhan penahanan bisa dilakukan apabila ada permintaan dari tersangka atau terdakwa, apabila memenuhi persyaratan. Salah satunya tersangka atau terdakwa diwajibkan wajib lapor, tidak keluar rumah dan tidak keluar kota.
Selain itu, berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP disebutkan jaminam itu bisa berupa Jaminan Uang sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 35. Jaminan itu juga bisa berupa orang sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 36 PP Nomor 27 Tahun 1983.
“Yang terpenting tersangka koperatif saat dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan selanjutnya,” jelas Wisnu.
Pria asal Malang itu mengatakan, meskipun semua persyaratan telah dipenuhi oleh tersangka, krop adyaksa mempunyai hak untuk menolak atau mengabulkan permohonan yang diajukan tersangka atau terdakwa. Kendati demikian, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ikbal ataupun pengacaranya belum mengajukan penangguhan penahanan.
“Yang nama permohonan, keputusannya tetap ada dipimpinan,” tegasnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ikbal melanggar pasal 2,3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Jika tersangka terbukti melanggar pasal 2, ancaman hukumannya minimal 4 tahun penjara. Namun jika terbukti mepanggar pasal 3 ancaman hukumannya satu tahun penjara.
Saat ini Ikbal ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas II B Sumenep, dengan masa penahanan 20 hari terhitung sejak tanggal 15 September hingga tanggal 4 Oktober 2016. (JUNAIDI/RAH)
