Ada banyak peristiwa terjadi sepanjang hari kemarin. Sejak aroma politis di Peringatan Hari Jadi Sumenep hingga pengeboran sumur yang terpaksa dihentikan karena diduga menyemburkan gas. Redaksi koranmadura.com telah memilihkan yang terpenting buat pembaca.
Terlalu Asyik Menyerang, Persepam Harus “Telan Pil Pahit”. Semula, pertandingan antara Persepam MU melawan PSS Sleman di GOR A Yani Sumenep kemarin sore berlangsung imbang. Duel lanjutan Indonesia Soccer Campionship B itu berlangsung menegangkan. Tapi pada babak kedua Persepam tiba-tiba seperti sering kerepotan saat membendung gempuran lawan. Inilah mungkin diantara penyebabnya.
Diduga Menyemburkan Gas, Pengeboran Sumur Warga Dihentikan. Setelah tiga hari melakukan pengeboran sumur untuk mendapatkan air, tiba-tiba warga dikejutkan oleh sesuatu yang keluar dari sela-sela pipa mesin bor. Diduga, sesuatu itu adalah gas. Dan oleh karena itu polisi meminta pengeboran itu dihentikan dan memberi police line di sekitar sumur. Inilah lokasi sumur yang sudah dibor sekitar 84 meter itu.
Ada Aroma Politis di Peringatan Hari Jadi Sumenep. Sejumlah kalangan menyesalkan kehadiran Khofifah dalam Peringatan Hari Jadi Kabupaten Sumenep yang digelar kemarin di depan Masjid Jami’ kabupaten setempat. Mengapa dan di mana sisi politisnya? Berikut ulasannya.
Warga Harus Rela Bayar dan Berjemur untuk Menyaksikan Peringatan Hari Jadi Sumenep. Tidak hanya soal kehadiran Khofifah, mahalnya karcis parkir di acara Peringatan Hari Jadi Sumenep juga mendapat sorotan kurang sedap dari sejumlah pengunjung. Mereka bahkan mengeluarkan pernyataan yang cukup pedas buat penyelenggara, khususnya Disbudparpora yang menjadi penanggungjawab acara ini. Seperti apa komentar mereka? Silahkan baca di sini.
Dan inilah yang menimbulkan tanda tanya dari Peringatan Hari Jadi Sumenep kemarin: Siswa Harus Sewa Kostum Sendiri untuk Tari Kolosal. Sejumlah wali siswa mempertanyakan anggaran untuk Peringatan Hari Jadi Sumenep. Mereka mengeluh karena putra-putri mereka harus sewa sendiri kostum tari untuk tampil dalam acara tersebut. Padahal untuk acara itu Pemerintah Daerah menggelontorkan dana hingga Rp 700 juta. Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Kadisbudparpora justru menyalahkan wali siswa. Lho? Inilah alasan dia. (*)