SAMPANG, koranmadura.com – Penebusan beras miskin (raskin) di beberapa desa di Kabupaten Sampang luput dari pantauan. Hal itu karena tim pemantau independen tidak mengantongi jadwal pendistribusian.
Pemantau raskin di Kecamatan Tambelangan, Hermanto (27), mengaku kesulitan melakukan pemantauan penebusan raskin di wilayah kerjanya, sebab tidak dibekali jadwal penebusan. “Ya jadinya pemantau tidak bisa langsung menyaksikan saat pendistribusian raskin itu,” ucapnya, Jumat (21 Oktober 2016).
Tanpa pemantauan, katanya, potensi penyelewengan raskin menganga lebar. Dan seharusnya, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Sampang berperan aktif seperti melakukan koordinasi dengan pemantau dan pihak Kecamatan.
“Kami sangat menyayangkan juknis pemantau raskin yang dibuat oleh Dinsosnakertrans karena tidak memberikan jadwal rutin kepada pemantau. Ini lagi, kami diberi SK, tapi tidak pernah ada rapat atau pertemuan,” imbuhnya.
Pemantau raskin dari Kecamatan Jrengik, Moh Salim, juga berharap Dinsosnakertrans Sampang dan pihak Kecamatan setempat transparan mengenai informasi jadwal penebusan raskin di masing-masing desa. Sehingga para pemantau di semua desa bisa mengawal pendistribusian raskin secara maksimal.
“Saya pernah menjadi koordinator Kabupaten Tahun 2011 lalu, tapi tidak pernah menerima SK. Terus bagaimana juga mau mengawal kalau tidak ada jadwal?” tegasnya.
Sementara Koordinator raskin Kabupaten, Moh Zahri, mengatakan penerimaan SK untuk pemantau diterimanya pada bulan Juni 2016 lalu. Akan tetapi dia mengaku tidak pernah menerima jadwal, baik dari Dinsosnakertrans maupun dari bulog. Akibatnya, tim pemantau raskin bekerja tidak maksimal di lapangan.
“Jadi saya nilai, Dinsos dan bulog sama-sama tidak konsisten. Sebab dari tim hanya sekali melakukan evaluasi. Saran saya, evaluasi itu minimal tiga bulan sekali, sekalian penerimaan honor,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinsosnakertrans Sampang, Malik Amrullah, mengatakan jadwal penebusan raskin umumnya diberikan langsung dari bulog kepada pemantau Kabupaten, lalu diteruskan ke masing-masing Kecamatan, dan dari Kecamatan diberikan ke desa.
Bahkan pihaknya mengaku telah melakukan evaluasi bersama koordinator Kabupaten dan Kecamatan. Evaluasi itu diakui dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1 tahun. Jika ada pemantau yang mengatakan tidak ada rapat evaluasi, katanya, berarti yang bersangkutan yang tidak hadir. (MUHLIS/RAH)
