SUMENEP, koranmadura.com – Keberpihakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jawa Timur, terhadap kebudayaan mendapat sorotan dari DPRD setempat. Bahkan, Bupati Sumenep A Busyro Karim dinilai nyaris tidak peduli budaya.
Sekretaris Komisi IV DPRD Sumenep, Abrari, mengatakan, ketidakberpihakan bupati bisa dilihat dari anggaran setiap tahun yang dinilai sangat minim. Tidak hanya itu, pelestarian budaya melalui peserta didik juga sangat minim, sehingga menjadi salah satu penyebab putusnya regenerasi.
Selain itu, belum adanya peraturan daerah (perda) sebagai payung hukum. Hal itu mengakibatkan penerapan budaya lokal tidak jelas. Padahal dirinya telah mewanti-wanti kepada bupati untuk bisa menggunakan baju adat saat kegiatan tertentu.
Salah satunya saat upacara menggunakan bahasa Madura, dan setiap bulan diwajibkan menggunakan busana adat Madura, seperti yang diterapkan di Probolinggo dan Bandung.
“Budaya dianggap investasi yang tidak jelas oleh Bupati, sehingga keberadaan budaya saat ini tidak jelas,” katanya, Senin, 31 Oktober 2016.
Anehnya, saat ini banyak pejabat di lingkungan Kabupaten Sumenep tidak fasih berbahasa Madura. Salah satunya, pimpinan dewan saat memimpim rapat paripurna belum fasih berbahasa Madura, termasuk Bupati Sumenep saat memberikan sambutan dalam Rapat Paripurna Istimewa Hari Jadi Kabupaten Sumenep Ke-747.
“Kalau sudah tidak ada etnis budaya yang dipertahankan, maka siapa yang akan berkunjung ke Sumenep. Biasanya wisatawan yang berkunjung karena ada yang bisa dijual, salah satunya budaya,” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Sumenep A Busyro Karim tidak membantah jika budaya Madura saat ini nyaris punah. Sehingga dengan momintum hari jadi pemerintah daerah mengupayakan memakai bahasa Madura.
“Ini sebagai bagian untuk mempertahankan bahasa Madura. Karena banyak siswa maupun mahasiswa yang tidak bisa berbahasa Madura dengan baik,” tegasnya. (JUNAIDI/MK)
