SUMENEP, koranmadura.com – Sejumlah warga Desa Belu’ Kene’, Kecamatan Ambunten, diduga menjadi korban penipuan aparat desa setempat. Modusnya, tanah milik warga diukur dan dikenakan biaya Rp 30.000 sampai 60.000 untuk satu petak.
Seperti yang dikeluhkan salah seorang Warga Desa Belu’ Kene’, Solehuddin. Menurut dia, pengukuran itu sudah dilakukan pada tahun 2011 silam. Yang melakukan pengukuran waktu itu adalah aparat desa setempat. “Ada satu lagi petugas. Tapi saya tidak tahu dari mana,” tuturnya, Selasa, 11 Oktober 2016.
Pada saat pengukuran dilakukan, saudaranya dan sejumlah warga Desa Belu’ Kene’ dikenai biaya. Besarannya tergantung permintaan pemilik tanah. Jika hanya diukur, untuk dibuatkan sertifikat, biaya yang harus dibayar Rp 30.000 perpetak. Sementara jika ingin dibalik nama, biayanya Rp 60.000. “Kalau yang punya saudara saya ada sepuluh petak. Jadi bayarnya 600 ribu,” katanya.
Dia mengungkapkan bahwa warga Desa Belu’ Kene’ yang telah diukur tanahnya pada tahun 2011 lalu cukup banyak. Biayanya pengukuran tanahnya bervariasi, antara Rp 200.000-600.000. Tergantung banyaknya tanah yang diukur.
Pihaknya mengaku sudah menanyakan hasil pengukuran tanah itu kepada aparat yang bersangkutan. “Tapi kata aparat yang mengukur itu, masih akan diurus. Masak masih mau diurus sekarang? Padahal sudah lama diukur,” herannya.
Sementara itu, Pj Kades Belu’ Kene’, Ainur Rahman, mengaku belum mengetahui secara pasti persoalan tersebut. Sebab dia mengaku masih baru menjabat sebagai Pj Kades. “Waktu itu masih zamannya Edi Mulyo, waktu masih hidup,” katanya.
Menurut Ainur, pihaknya ingin agar masyarakat mendapat sertifikat sebagaimana diharapkan. Hanya saja, sergahnya, untuk menindak-lanjuti ke pihak-pihak terkait, dia mengaku masih terbentur dengan kegiatan lain.
“Kalau upaya memang ada. Cuma sekarang di desa masih sibuk mengerjakan pembangunan. Jadi masih fokus dulu. Tapi tetap ada upaya,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/MK)
