SUMENEP, koranmadura.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep terkesan membiarkan tersangka kasus dugaan penyimpangan bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) Desa Poteran, Kecamatan Talango. Hingga saat ini Krop Adhyaaksa itu tidak melakukan pencekalan terhadap Suparman meskipun telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO), setelah mangkir enam kali dari panggilan Kejari.
“Belum kesana (pencekalan, red), hanya kami terus pantau keberadaanya,” kata Kasi Intel Kejari Sumenep, Rahadian Wisnu Wardana, Selasa 13 Desember 2016.
Baca: Enam Kali Mangkir, Kades Poteran Resmi Jadi DPO
Menurutnya, Kejari terus melakukan pengawasan kepada Suparman, dan beberapa waktu lalu Kejari telah berhasil mendeteksi keberadaan Suparman. Hanya saja belum dilakukan penangkapan karena Suparman sering berpindah tempat.
Sayangnya, Wisnu enggan membeberkan meskipun Intelejen Kejari telah mendeteksi keberadaan Suparman, apakah masih di seputar Madura atau sudah berada di luar Pulau Madura. Namun, Kejari memastikan saat ini Suparman tidak lagi berada di tanah kelahirannya. “Yang jelas di Desanya sudah tidak ada. Pokoknya terpantau,” tuturnya.
Kondisi tersebut dinilai menyulitkan upaya paksa krop adhyaksa. Karena ketika tim sudah berupaya untuk menjenput, Suparman tiba-tiba sudah berpindah tempat. “Karena posisinya selalu bergerak,” tegasnya.
Wisnu mengatakan, upaya untuk menjeput paksa Suparman tetap dilakukan, karena yang bersangkutan dinilai tidak koperatif selama dipanggil untuk dimintai kesaksian dalam kasus yang disangkakan. Salah satunya dengan cara berkoordinasi dengan lembaga Adhyaksa di berbagai Kabupaten yang diduga sering ditempati Suparman.
“Kita tunggu saja, sejauh mana dia bisa bertahan dalam posisi seperti itu,” jelasnya.
Untuk diketahui, terkuaknya kasus dugaan korupsi itu setelah adanya laporan dari warga setempat, Senin 2 Pebruari 2016. Dalam laporannya, warga menjelaskan jika beras raskin di Desa Poteran, khususnya tahun 2014, diduga dibagikan antara 5-10 kali dalam setahun. Sementara rumah tangga sasaran penerima berjumlah 823 KK. Atas tindakan tersebut negara telah dirugikan hingga mencapai Rp 240 juta. (JUNAIDI/RAH)
