BANGKALAN, koranmadura.com – Kasus pembunuhan sadis yang dialami Nopi, 22 tahun, warga Desa Batokaban, Kecamatan Konang, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, pada September 2016 lalu mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bangkalan. Hari ini, Rabu, 18 Januari 2017, sidang mengagendakan pemeriksaan saksi dari penyidik kepolisian.
Moji, 50 tahun, paman Nopi, berharap pelaku pembunuhan, Cahyadi alias Adi, 24 tahun, divonis berat sesuai pasal yang disangkakan yaitu Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. “Kalau bisa dihukum mati atau seumur hidup,” kata dia sebelum sidang.
Selain vonis yang berat, keluarga juga meminta polisi memangkap semua pelaku. Menurut Moji, selain Adi, masih ada satu pelaku lain bernama Rosi alias Rasid. Kabar terakhir yang ia dengar, Rosi kabur ke Kalimantan. “Habis dibacok, Nopi masih berdiri dan ke kakaknya bilang bahwa pelaku dua orang, muncullah nama Rasid atau Rosi,” ujar dia.
Moji juga membantah keterangan polisi di awal pembunuhan bahwa pembunuhan Nopi dilatari persoalan asmara. Setahu dia, Nopi pernah punya hutang Rp 30 juta kepada terdakwa Adi. Bahkan, Nopi pernah ditampar Adi gegara piutang tersebut. “Sudah didamaikan dan hutangnya juga dibayar, saya yang serahkan uangnya,” ungkap dia.
Bahkan, kata dia, polisi telah memeriksa handphone milik Nopi dan istri Adi, penyidik tak menemukan percakapan yang menunjukkan ada hubungan. “Kalau memang masalah asmara, kenapa istri Adi masih ditampung oleh mertuanya. Logikanya, wanita yang selingkuh dibuang saja,” ucap dia.
Belakangan, lanjut Moji, kepada polisi, terdakwa Adi mengatakan membunuh Nopi karena ayahnya pernah dibunuh oleh orang desa Batokaban beberapa tahun silam. “Tapi kenapa dia membalaskan dendamnya pada Nopi, yang bunuh bapaknya Adi bukan keluarga kami, hanya memang TKP pembunuhan bapaknya dekat rumah Nopi, tapi kan bukan keluarga kami yang bunuh,” terang Moji panjang lebar.
Pembunuhan Nopi terjadi pada Kamis malam, 16 September 2016 lalu. Malam itu, sekira pukul 09.30 lampu di rumah Nopi mendadak mati, sementara rumah lainnya tetap hidup. Awalnya, Keluarga mengira, lampu mati karena gangguan jaringan.
Namun ternyata tidak, kabel listrik di bagian belakang rumah Nopi sengaja diputus oleh terdakwa Adi dan Rosi. Usai memutus kabel, keduanya masuk ke dalam rumah dan langsung menujuk kamar Nopi. Nopi yang tengah tidur pulas langsung diserang dengan senjata tajam. Ada tujuh luka ditubuh Nopi, mulai dari leher hingga perut. Luka paling parah di bagian perut, ususnya terburai.
Meski luka parah, Nopi sempat berteriak dan berdiri ke luar kamar. Lideh, 35 tahun, kakak tertua Nopi, terbangun mendengar teriakan itu. Lideh bahkan sempat berpapasan dengan pelaku sebelum akhirnya kabur lewat pintu belakang.
“Waktu itu, saya langsung rangkul adik saya, kemudian saya ikat lukanya dengan kain, saat itu adik saya masih sadar dan bilang yang bunuh dia adalah Adi dan Rosi,” tutur Lideh.
Lideh kemudian berteriak minta tolong, tetangga berdatangan. Nopi kemudian dilarikan ke Puskesmas, namun remaja bujang itu meninggal dalam perjalanan. “Saya menuntut keadilan, pelaku harus ditangkap semua dan dihukum mati,” ucap Lideh dengan mata berkaca-kaca. ALMUSTAFA/MK
